Peneliti ICW Ungkap Alasan Anggaran Dana Desa Marak Dikorupsi

Di akhir pemaparan, Almas Sjafrina tekankan warga masyarakat dilibatkan dalam transparansi alokasi dana desa.

Rendy Adrikni Sadikin | Arendya Nariswari
Rabu, 08 Juli 2020 | 17:07 WIB
Peneliti ICW Ungkap Alasan Anggaran Dana Desa Marak Dikorupsi
Almas Sjafrina (Peneliti Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW) dalam KKD 2020 (YouTube)

SuaraJogja.id - Tak hanya pemerintah pusat saja, ternyata tindakan korupsi masih berpotensi terjadi di lingkungan desa. Mirisnya lagi, dalam beberapa kasus, korupsi atau penyelewengan dana desa ini justru dilakukan oleh pejabat desa yang nakal.

Oleh karenanya, permasalahan seputar pemberantasan korupsi mulai dari desa ini akan dibahas lebih dalam lagi melalui webinar seri 14, Kongres Kebudayaan Desa 2020, Rabu (8/7/2020).

Sejumlah pembicara membahas, tentang mengapa anggaean desa marak dikorupsi dan bagaimana cara memberantas politik uang di level desa, dalam menyambut masa depan tatanan Indonesia baru yang lebih baik.

Telah hadir ikut bergabung lewat webinar, Almas Sjafrina yang menjabat sebagai salah satu peneliti dari organisasi non pemerintah (NGO) Indonesian Corruption Watch (ICW).

Baca Juga:LIVE STREAMING: Webinar Kongres Kebudayaan Desa Senin, 6 Juli 2020

Almas Sjafrina (Peneliti Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW) dalam KKD 2020 (YouTube)
Almas Sjafrina (Peneliti Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW) dalam KKD 2020 (YouTube)

Dalam materi tersebut, Almas Sjafrina mengungkapkan bahwa berdasarkan pengamatan ICW, kasus korupsi pada tingkat desa di Indonesia yang ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum meningkat tajam pada tahun 2016-2019.

"Di tahun 2019, angkanya sempat menurun, tapi bukan berarti desa bebas dari korupsi, ini menurut kami masih menjadi tindakan yang masive dan harus diberantas," sebut Almas.

Mirisnya lagi, Almas menambahkan bahwa aktor di balik tindakan korupsi ini paling banyak dilakukan oleh kepala desa hingga anggota DPRD yang seharusnya diberikan mandat serta dipercaya oleh masyarakat desa.

"Tren kepala desa menjadi tersangka ini merebak sejak tahun 2016, di mana tersangka yang terlibat paling banyak ada kepala desa, kedua kemudian ASN atau private sector (swasta) dan ketiga anggota DPRD," imbuh Almas.

Modus yang dilakukan untuk tindakan korupsi di lingkungan desa ini juga beragam, mulai dari penggelapan uang, mark up, penyalahgunaan wewenan, kegiatan atau laporan fiktif sampai dengan pemotongan.

Baca Juga:LIVE STREAMING KONGRES KEBUDAYAAN DESA: Membalik Paradigma Pendidikan Urban

Di akhir penyampaian materi, Almas juga membeberkan alasan mengapa anggaran desa begitu marak dikorupsi terlebih oleh para pejabat desa.

"Jadi ada beberapa alasan mengapa anggaran desa marak dikorupsi, seperti biaya tinggi menang pilkades atau politik uang, dana dikelola secara tertutup atau tidak transparan, gaji serta kesejahteraan perangkat desa minim serta masih banyak lagi lainnya," tutur Almas.

Di akhir pemaparannya, Almas berharap masyarakat nantinya bisa dilibatkan dalam mengawasi transparansi alokasi dana desa. Tentu saja, sebelum dilibatkan dalam pengawasan, warga masyarakat juga harus diberdayakan untuk mengetahui hak serta kewajibannya.

Almas Sjafrina (Peneliti Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW) dalam KKD 2020 (YouTube)
Almas Sjafrina (Peneliti Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW) dalam KKD 2020 (YouTube)

Sekadar informasi, Webinar Seri 14 Kongres Kebudayaan Desa yang digelar pada Rabu (8/7/2020) ini merupakan bagian dari upaya mengumpulkan dan menawarkan ide tatanan Indonesia baru dari desa.

Desa sebagai satuan pemerintahan terkecil di Indonesia, dinilai perlu menjadi titik awal untuk merumuskan nilai dan tata kehidupan baru dalam bernegara dan bermasyarakat.

Webinar ini juga diharapkan bisa memberikan gagasan tentang kebijakan dan budaya antikorupsi pada pemerintah serta masyarakat desa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak