Pascaefisiensi Anggaran, Puteri Keraton Yogyakarta Pertahankan Kegiatan Budaya yang Terancam Hilang

para puteri Keraton Yogyakarta pun mencoba mencari cara agar beragam kegiatan kebudayaan tetap bisa terlaksana pada tahun ini.

Galih Priatmojo
Sabtu, 12 April 2025 | 17:37 WIB
Pascaefisiensi Anggaran, Puteri Keraton Yogyakarta Pertahankan Kegiatan Budaya yang Terancam Hilang
Penghageng Tepas Tandha Yekti di Keraton Yogyakarta, GKR Hayu dan Penghageng Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara menyampaikan paparannya di International Symposium on Javanese Culture 2025 di Yogyakarta, Sabtu (12/4/2025). [kontributor/putu ayu palupi]

SuaraJogja.id - Efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintah mulai berdampak pada sektor kebudayaan di Yogyakarta. Banyak agenda kegiatan kebudayaan yang terpaksa ditiadakan atau akibat pemangkasan Dana Keistimewaan (danais) hingga Rp 400 Miliar yang diterima Pemda DIY tahun ini.

Menyikapi persoalan ini, para puteri Keraton Yogyakarta pun mencoba mencari cara agar beragam kegiatan kebudayaan tetap bisa terlaksana pada tahun ini. Meski tak melulu sebagai obyek wisata, sejumlah agenda tradisi dan budaya tetap digelar Keraton Yogyakarta saat ini untuk menarik wisatawan datang ke kota ini.

"Banyak acara di Jogja yang berguguran tahun ini dikarenakan efisiensi [anggaran pemerintah]. Namun [keraton Yogyakarta tetap menggelar] Hajad Dalem. Meski Hajad Dalem bukan atraksi pariwisata, tapi tetap bisa menarik wisatawan untuk datang ke Jogja," ungkap Penghageng Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara disela International Symposium on Javanese Culture 2025 di Yogyakarta, Sabtu (12/4/2025).

Menurut puteri bungsu Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X ini, sikap keraton untuk tetap menyelenggarakan berbagai kegiatan budaya tersebut  merepresentasikan keseimbangan antara kewajiban budaya dan realitas ekonomi. Meski upacara tradisional seperti Garebeg dan Labuhan tidak dirancang terutama sebagai atraksi wisata, kegiatan tersebut telah menjadi komponen penting dalam lanskap pariwisata budaya di Yogyakarta.

Baca Juga:Revitalisasi Stasiun Lempuyangan Diprotes, KAI Ungkap Alasan di Balik Penggusuran Warga

Sehingga meski ada efisiensi anggaran, pergerakan pariwisata di Yogyakarta bisa tetap berjalan. Sektor ekonomi pun diharapkan bisa berdampak positif dengan adanya agenda-agenda Keraton yang ditampilkan dan bisa dinikmati wisatawan saat ini.

"Efisiensi atau tidak, kami tetap harus melakukan [agenda keraton] karena salah satunya adalah juga untuk menopang pariwisata yang dari jogja. Ini juga salah satu bentuk dari keraton melestarikan budaya, tetapi juga mendukung adanya pergerakan pariwisata," tandasnya.

Penghageng Tepas Tandha Yekti di Keraton Yogyakarta, GKR Hayu, mengungkapkan Sri Sultan HB X sebelumnya menekankan bahwa keraton harus bekerja menuju kemandirian. Pesan tersebut menjadi urgensi baru dalam iklim ekonomi saat ini.

"Hajad Dalem itu bukan objek wisata. Itu memang wajib kami laksanakan setiap tahun ada anggarannya atau tidak dari dais (Dana Keistimewaan- red) atau tidak, itu akan selalu kami laksanakan," paparnya.

Karena itu dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Ke-36 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dalam tahun masehi, Keraton Yogyakarta menggelar simposium budaya. Tahun ini tema dari rangkaian kegiatan Tingalan Jumenengan Dalem adalah Aparatur Nagari Ngayogyakarta.

Baca Juga:Deadline Penggusuran di Depan Mata, Warga Lempuyangan Lawan PT KAI: "Bukan Asetmu, Ini Tanah Kami

Dalam simposium yang digelar selama dua hari ini dipaparkan 10 naskah penelitian tentang Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Dalam simposium yang memasuki tahun ketujuh ini Keraton mencoba mempertemukan peneliti, akademisi, dan praktisi budaya untuk mendiskusikan pelestarian tradisi istana. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak