SuaraJogja.id - Kawasan Bukit Wonosumilir, sebuah kawasan bukit di kompleks obyek wisata Goa Pindul kini perlahan menjadi sebuah destinasi baru di Gunungkidul. Meski baru 2 minggu dibuka namun rata-rata perhari jumlah pengunjung sudah mencapai 700 orang.
Padahal, sebelumnya Bukit Wonosumilir hanyalah bukit gersang dengan tanaman kayu milik Kementrian Kehutanan. Di mana di sela-sela tanaman keras tersebut dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam seperti kacang, kedelai dan berbagai tanam palawija yang lain.
Kini warga Padukuhan Gelaran 1, Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo telah menyulapnya menjadi destinasi wisata dengan memanfaatkan Bukit di atas Padukuhan Bonjing tersebut. Semilir angin akan menemani pengunjung menunggu datangnya senja ataupun menyapu cakrawala di pagi hari kala mentari terbit.
Dan akan lebih syahdu lagi ketika datang di malam hari, karena kerlip bintang menghiasi langit dan bumi. Karena temaram lampu milik penduduk akan terlihat bagaikan bintang yang bersinar dari kejauhan.
Baca Juga:Profil Sutrisna Wibawa, Selesai Jabatan Rektor UNY Nyabup di Gunungkidul
Untuk menuju lokasi ini memang cukup menyegarkan indra penglihatan kita. Hamparan sawah yang luas dan harus menyebrangi Sungai Oya melalui jembatan gantung dan menaiki bukit akan menjadi tantangan tersendiri. Namun usai dari jembatan, jalan tanah bergelombang karena belum dikeraskan menyambut para wisatawan.
Letaknya yang diatas bukit, berasa tubuh ini sedang di atas awan dengan bertabur bintang. Memang, paling cocok berkunjung ke lokasi yang tak jauh dari Goa Pindul ini di malam hari. Tapi, jika anda memutuskan datang di pagi hari juga tidak kalah menarik. Seraya bersantai, pengunjung akan dimanjakan dengan alunan burung bernyanyi dan kabut embun yang menyelimuti diri.
Tak heran jika lokasi ini, mulai banyak Goweser yang berkunjung. Untuk sekedar melepas penat dan menikmati santapan teh manis yang di jajakan warga setempat untuk sekedar bisa bersantai. Ada segumpal tekad dari para muda-mudi untuk memaksimalkan potensi yang ada di wilayahnya. Harapannya, lokasi bukit Mbonjing Wonosumilir ini mampu mengangkat nama wilayahnya.
Di balik kisah menarik Wonosumilir yang tumbuh menjadi destinasi baru ini, ada sosok Hartoyo (54), guru SD Gelaran 3 Kalurahan Bejiharjo Kepanewonan Karangmojo Gunungkidul. Pria kelahiran Gunungkidul 16 September 1966 lalu ini adalah orang yang pertama merintis Bukit Wonosumilir menjadi destinasi baru.
Bapak tiga anak ini bertutur, masa pandemi Covid-19 memang telah merubah segalanya. Kesibukannya mengajar kelas 3 di SDN Gelaran 3 berkurang karena siswa diharus belajar di rumah. Jika sebelumnya ia sering ikut menjadi operator di Goa Pindul, namun karena Pandemi Covid-19, maka hal itu tidak bisa dilakukan.
Baca Juga:Tak Penuhi Syarat, 2 Paslon Jalur Independen Gagal Ikut Pilkada Gunungkidul
"Ya saya jadi sering ikut istri ke ladang. Menanam apa saja yang bisa ditanam," ujar Hartoyo, Senin (31/8/2020) saat ditemui di Bukit Wonosumilir.
Hampir setiap hari ia pergi ke ladang yang berada di atas bukit tak jauh dari Padukuhan Bonjing Kalurahan Bejiharjo yang sejatinya adalah milik Kementrian Kehutanan. Namun warga diperkenankan bercocok tanam di sela tanaman kayu keras milik Kementrian Kehutanan tersebut.
Karena ia setiap hari di kawasan tersebut, ia merasakan sensasi kesejukan luar biasa di tempat ini. Lantas timbullah pikiran untuk menjadikan Bukit tersebut menjadi destinasi wisata baru. Minimal nanti menjadi wisata alternatif di kawasan Goa Pindul yang sejatinya sudah penuh wisatawan kala keadaan sudah normal.
"Ada kawan yang bilang, kalau bisa masyarakat Pindul jangan terpaku pada Goa. Harus ada alternatif lainnya," tambahnya.
Perlahan ia mulai menata bebatuan yang ada di tempat tersebut untuk disusun menjadi lokasi duduk yang nyaman dan juga jalur yang nyaman untuk dilalui. Beberapa bangunan gazebo ia dirikan meskipun hanya berkonsep sederhana. Setiap sore selepas ashar, ia sengaja meluangkan waktu untuk menata tempat tersebut.
Enam bulan lamanya ia berjibaku menata kawasan tersebut namun belum seperti sekarang ini. Ejekan sering menghingapi dirinya dari masyarakat sekitar karena menganggap idenya adalah hal yang musykil terwujud mengingat kondisi bukit tersebut yang tidak bisa 'dijual'.
"Tapi ndak apa-apa, saya tetap semangat memperkenalkan kawasan tersebut ke masyarakat," ungkapnya.
Perlahan-lahan mulai ada pengunjung yang masuk ke kawasan tersebut. Iapun langsung melakukan pendekatan ke masyarakat terutama ke para pemuda yang ada di tempat tersebut. Ia mengajak para pemuda dan orangtua di tempat tersebut untuk minum kopi dan bercengkrama di atas bukit.
Dari minum kopi bareng itulah baru pikiran pemuda dan warga di kawasan tersebut terbuka pikiran mereka. Perlahan-lahan ada 30 orang yang menyatakan ingin bergabung dan akhirnya terbentuklah pengelola. Namun kali ini, yang aktif hanyalah 5 orang dibantu dengan beberapa pemuda.
"Alhamdulillah sekarang banyak dikunjungi," ujarnya.
Sejak sebelum subuh, kawasan ini mulai dikunjungi. Mereka berburu awan dan juga ingin menikmati hangat teh poci sembari menanti fajar menyingsing. Pengunjung akan semakin banyak ketika beranjak malam. Dalam sehari, kini mereka bisa mengumpulkan omset dagangan Rp 700 ketika sepi dan di atas Rp 1 juta ketika tengah ramai pengunjung.
Kini, ia berharap apa yang ia rintis mampu membawa dampak positif bagi warga sekitar. Minimal nanti akan menjadi tempat wisata utama di kawasan Goa Pindul selain outbond, body rafting hingga susur Goa. Ia ingin, angka kemiskinan di wilayah tersebut jauh berkurang dibanding sebelumnya.
Kontributor : Julianto