SuaraJogja.id - Penyusutan lahan pertanian produktif di DIY saat ini semakin parah. Dinas Pertanian DIY mencatat, terjadi alih fungsi lahan hingga 400 hektar per tahun pada 2020 ini.
Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan pada periode 2019 lalu yang mencapai 250 hektar per tahun.
"Kalau ditotal saat ini lahan pertanian [di diy] berkurang sekitar 104 ribu hektar," ungkap plt Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Syam Arjayanti di DPRD DIY, Jumat (04/09/2020).
Menurut Arjayanti, penyusutan lahan pertanian produktif kebanyakan terjadi karena lahan-lahan tersebut dibeli oleh warga luar kota DIY. Kemudian lahan yang dibeli tersebut dibangun pemukiman.
Baca Juga:Tempat Singgasana Sultan, Siti Hinggil Keraton Jogja Punya Arti Khusus
Penjualan lahan oleh petani ini alih-alih membuat mereka jadi lebih sejahtera. Namun justru membuat banyak petani kehilangan mata pencaharian.
Kondisi ini sulit diatasi karena dalam Perda DIY Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan masih ada pasal-pasal yang tidak melindungi dan mensejahterankan masyarakat, terutama petani.
Karenanya perlu adanya perubahan perda tersebut secara detil di tingkat kabupaten/kota.
"Saat ini perubahan perda ini masih 50 persen karena masih ada pasal-pasal yang diusulkan dan dimunculkan kembali," jelasnya.
Selain perubahan atau revisi perda, konsolidasi dengan petani sangat penting dilakukan. Dengan demikian mereka tidak termakan rayuan untuk menjual lahan pertanian mereka.
Baca Juga:Proyek Tol Jogja Tinggal Menunggu Perdes dari 3 Kalurahan Terdampak
Salah satu kebijakan yang bisa diambil adalah dengan memberikan insentif pada petani agar mereka lebih sejahtera. Iming-iming insentif sangat dibutuhkan karena lahan pertanian tidak melulu benda namun sudah menyatu dengan kehidupan para petani.
"Dengan pemberdayaan petani maka konsolidasi lahan bisa lebih mudah dilakukan agar petani lebih sejahtera," terangnya.
Sementara Ketua Pansus Raperda Tentang Perubahan Perda Nomor 10 Tahun 2011, Agus Sumartono perda harus segera disahkan. Sebab kabupaten/kota belum memberikan data by name by address lahan pertanian yang berkelanjutan.
"Kalau tidak segera dilakukan[perubahan] maka peluang alih fungsi lahan semakin besar,” ungkapnya.
Apalagi saat ini dinamika perkembangan insfrastruktue di DIY juga semakin besar. Tanpa adanya aturan yang jelas maka akan mengancam keberadaan lahan pertanian DIY.
Belum lagi masalah kemiskinan yang paling besar terjadi di pedesaan. Dalam hal ini, para petani yang tidak memiliki lahan sehingga yang membuat mereka sulit berdaya.
“Perda baru nanti diharapkan dapat melindungi petani agar sejahtera dan mengurangi kemiskinan di DIY,” imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi