"Sehingga ini tidak bisa hanya dikaji dengan ilmu bumi saja. Perlu lintas disiplin. Jadi memang perlu kajian ini nantinya bersama dengan kajian sejarah," imbuhnya.
Dengan gelombang tsunami sampai dengan maksimal 20 meter, jangkauan gelombang tsunami ke daratan dimungkinkan mencapai sekitar 2 km. Namun, capaian tersebut diperkirakan tidak terjadi di semua tempat. Melainkan hanya di beberapa tempat tertentu seperti muara sungai dan teluk. Sementara untuk kawasan pantai yang landai, gelombang diperkirakan mencapai 1 km ke daratan.
Djati sendiri berpendapat bahwa masyarakat tiak perlu panik dengan hasil riset tersebut. Sebab hasil riset tersebut adalah fakta dan ada potensi. Sementara potensi sendiri bermakna jika hal tersebut bisa terjadi maupun tidak. Namun, dalam rangka mengantisipasi potensi yang terjadi, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesiapsiagaan dan mitigasi bencana.
Dalam mitigasi bencana, hal pertama yang perlu diketahu adalah pengetahuan mengenai zona-zona rawan tsunami. Pulau Jawa sendiri sudah mulai berkembang dan banyak tempat yang dijadikan sebagai lokasi wisata. Sehingga penting bagi masyarakat untuk mengenali zona-zona mana saja yang berpotensi dilanda tsunami.
Baca Juga:Pulang Bersepeda, Ibu-ibu Jadi Korban Begal Payudara di Sleman
"Bukan berati gak boleh digunakan, enggak. Kalau mau dimanfaatkan silahkan. Cuma harus hati-hati," terangnya.
Djati menjelaskan bahwa kawasan dengan potensi tsunami boleh dimanfaatkan, namun perlu diperhatikan dalam penataan kawasan. Kerugian diperkirakan pasti akan terjadi, namun lokasi pemanfaatan juga harus dilengkapi dengan infrastruktur untuk melakukan evakuasi ketika terjadi bencana tsunami.
Tidak ada alasan untuk takut, masyarakat hanya perlu meningkatkan kesiapsiagaan. Seperti jalur evakuasi, metode evakusia, selter evakuasi dan sebagainya. Selain mitigasi bencana, menurut Djati juga penting untuk dilakukan simulasi bencana kepada masyarakat. Idealnya selama satu tahun minimal sekali perlu dilakukan simulasi di tempat-tempat yang rawan terjadi tsunami.
Djati berpendapat, bahwa sebenarnya kedatangan tsunami dapat diprediksi. Hanya saja, gempa yang memicu tsunami tersebut yang biasanya tidak bisa diprediksi. Ketika terjadi gempa bumi yang memicu tsunami, sebenarnya bisa diprediksi butuh kurun waktu berapa lama hingga tsunami sampai ke daratan.
"Cuma masalahnya, berapa lama ini kan relatif. Bisa cepat, bisa lambat. Kasusnya di negara kita itu rata-rata antara cepat dan sangat cepat," ujarnya.
Baca Juga:Harta Kekayaan Calon Bupati di Pilkada Sleman, Kustini Paling Tajir
Tsunami di Indonesia terjadi dalam kurun waktu yang cepat dan sangat cepat. Untuk itu, Djati menyampaikan metode evakuasi yang akan diterapakan perlu disesuaikan. Tetapi, untuk tsunami yang datang dalam kurun waktu sangat cepat seperti di Palu dua tahun lalu. Dalam kurun waktu tiga menit tsunami sudah mencapai daratan. Jika sistem peringatan dininya lebih lambat akan menjadi sia-sia.