Meski sudah dijawab dan mengganti cover, pemerintah tetap melarang buku itu beredar. Ketika itu tak hanya Lekra Membakar Buku saja yang disita, ada sejumlah buku lain yang dianggap berbahaya. Seluruhnya ditarik dari peredaran di toko buku di Indonesia.
Dibantu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta, mereka mendatangi Mahkamah Konstitusi untuk melakukan gugatan. Sidang dilakukan agar buku kembali dilegalkan. Setahun kemudian, tepatnya 2010, saat Mahkamah Konstitusi di bawah Mahfud MD, pelarangan dan pembredelan tersebut dicabut lantaran menyalahi konsitutis.
Riset Lekra macet
Menanggapi perjalanan Lekra Tak Membakar Buku yang nyaris dibungkam, Sejarawan Universitas Sanata Dharma, Baskara T Wardaya menilai bahwa dua pengarang tersebut cukup berani. Meski hanya bersumber pada satu sumber yakni Harian Rakjat, kedua penulis mampu menyuguhkan kepada publik apa itu Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang cukup komprehensif.
Baca Juga:Terdampak Tol Jogja, Sebagian Warga Tirtoadi Diminta Relokasi Mandiri
Baskara menjelaskan, masyarakat saat ini sudah terlanjur memahami bahwa Lekra dianggap berbeda. Meleburnya lembaga ini ke PKI, membuat antusias masyarakat hampir tidak ada untuk menelisik lembaga yang bergerak untuk rakyat tersebut.
Kedua pengarang memang menunjukkan apa adanya dari sumber utama Harian Rakjat. Jika dianggap berbahaya, masyarakat harus lebih dulu membaca sehingga dapat menilai dengan sendirinya.
"Ini (Lekra Tak Membakar Buku) kan sebagai catatan sejarah, Rhoma dan Muhidin hanya mengatakan apa adanya. Mungkin karena saat itu orde baru, orang menjadi takut membicarakan buku ini," ujar pria yang biasa dipanggil Romo Baskara ini ditemui di kompleks Universitas Sanata Dharma, Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Sleman, Senin (28/9/2020).
![Sejarawan Universitas Sanata Dharma Baskara T Wardhana. [Muhammad Ilham Baktora/ SuaraJogja.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/09/29/57312-sejarawan-baskara-t-wardhana.jpg)
Hingga era ini, penelitian yang kembali membahas terkait bagaimana Lekra dibentuk terkesan macet. Tidak ada kelanjutan yang menjadikan sebuah buku resmi seperti karya Rhoma dan Gus Muh. Namun bagi Baskara, artikel dan skripsi bisa saja dibuat namun tak banyak disebarkan.
Nyawa Lekra Tak Membakar Buku, sejatinya masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Hal itu menyusul kemunculan buku ini menjadi salah satu referensi yang bisa digunakan untuk melakukan penelitian.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca Jogja Hari Ini, Selasa 29 September 2020
Baskara tak menampik bahwa buku itu terkesan subjektif. Kendati begitu persoalan itu masih bisa didiskusikan kembali.