SuaraJogja.id - Saluran sifon drainase yang melintas di bawah Selokan Mataram di daerah Mayangan, Kalurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman amblas. Kondisi itu menyebabkan air limpasan mencapai badan jalan.
Subkoordinator Perencanaan OP Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) Antyarsa Ikanadani mengungkapkan, hal tersebut sudah terjadi sejak Rabu (14/10/2020) dan mengakibatkan air dari drainase melimpas dan membanjiri sawah hingga jalan Kabupaten.
"Gorong-gorong yang berada di bawah Selokan Mataram berlubang dan amblas, jadi bukan di Selokan Mataram-nya, yang rusak itu saluran drainase," kata dia, Kamis (15/10/2020).
Setelah kejadian itu, pihaknya langsung melakukan tindakan darurat melokalisasi bagian selokan yang amblas, dengan menyiapkan sekitar 150 geobag untuk melakukan kisdam.
Baca Juga:Selidiki Pembuangan Bayi di Selokan Mataram, Polisi: Bisa Jadi dari Atas
"Tujuannya agar air selokan tidak masuk ke drainase, sehingga air di Selokan Mataram tetap mengalir, dan tidak masuk ke saluran drainase," jelasnya.
Kisdam hanya bersifat sementara selama perbaikan. Proses perbaikan membutuhkan waktu sekitar tujuh hingga 10 hari. Untuk perbaikan tersebut, saluran utama Selokan Mataram di Karangtalun akan ditutup dan kering. Setelah saluran drainase ikut mengering, perbaikan baru bisa dilakukan.
"Kami belum tahu kerusakannya seperti apa, makanya bendungan Karangtalun kami tutup," kata Dani.
Dani mengaku, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah DIY terkait saluran drainase tersebut. Sebab, pembenahan drainase bukan menjadi kewenangan BBWSO. Ia berharap, dengan adanya penutupan Selokan Mataram nantinya, masyarakat bisa memahami hal tersebut.
Pembudidaya ikan di Sleman terancam rugi ratusan juta rupiah
Baca Juga:Memancing di Selokan Mataram, Warga Temukan Mayat Bayi Mengapung
Bendahara Koperasi Jaringan Mitra Perikanan (JMP) Sembada Andika Angga Pramudya Wardana menjelaskan, pascaamblesnya Selokan Mataram sejak Rabu, ada satu kelompok petani ikan yang kehilangan ikan karena air selokan merembes dan mengalir ke kolam petani.
"Ditaksir kerugian yang dialami kelompok tani mencapai Rp30 juta hingga Rp40 juta," ungkapnya, Kamis.
Pihaknya berharap, kerusakan tersebut bisa segera tertangani, setidaknya tindakan darurat membendung air, karena bila tidak segera ditangani, petani ikan akan mengalami kerugian. Apalagi saat ini mereka sudah hampir panen.
Menurut Andika, ada ratusan petani ikan yang bergantung dengan aliran air dari sepanjang Selokan Mataram, mulai dari pembudidaya di Sleman hingga Kulon Progo.
Rerata mereka membudidayakan ikan jenis nila dan bawal dan sangat tergantung pada Selokan Mataram. Jika dua hari saja tidak teraliri air mengalir, ikan budidaya petani bisa mati, imbuh dia.
"Satu kelompok kemarin saja kerugian sekitar Rp30 sampai 40 juta. Apalagi kalau selokan ditutup dalam waktu yang lama, bisa rugi ratusan juta. Ini harus benar-benar diperhatikan oleh pemangku kebijakan," kata dia.
Kerugian bisa lebih besar bila air tak kunjung mengalir. Mengingat jenis ikan yang dibudidaya adalah nila dan bawal, maka diperkirakan ikan-ikan itu hanya bertahan sampai sore nanti.
"Nila dan bawal butuh air mengalir, berbeda dengan lele dan gurami," ungkapnya.
Seorang pembudidaya ikan Mayangan, Jumanto, mengaku mengalami kerugian sekitar Rp2,5 juta. Kolam miliknya berada di bawah selokan dan langsung terbanjiri air selokan. Padahal ikan nila miliknya sudah siap panen.
"Tetapi ya hanyut kena banjir. Sementara ikan yang kecil, yang masih bisa diselamatkan ya diungsikan dulu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Heru Saptono memperkirakan, seluas 11.000 Hektare (Ha) sawah di Sleman terdampak dimatikannya Selokan Mataram, sejak dari Bendung Karangtalun.
Dari identifikasi DP3 Sleman, pihaknya tidak cukup menghitung dampak dari lokasi amblesnya selokan, melainkan seluruh petani dan pembudidaya ikan yang memanfaatkan Selokan Mataram.
"Kami baru mengidentifkasi, berapa hektar luas sawah yang terdampak, kelompok tani, luas kolam yang ada, berapa kelompok pembudidaya ikan," kata dia.
Pihaknya juga berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Serayu Opak (BBWSO) untuk perbaikan. Ia berharap perbaikan bisa segera diselesaikan, sementara maupun permanen.
Bukan hanya itu, Heru juga menduga penutupan Selokan Mataram berujung pada mundurnya masa tanam. Sebab, musim awal tanam dijadwalkan pada pekan ketiga Oktober.
Kontributor : Uli Febriarni