Satu Dasawarsa Erupsi Merapi, Kini Warga Lebih Percaya Data daripada Mitos

Pada pagi harinya, mereka kembali membicarakan soal bisikan yang konon diterima istrinya dari seorang yang sudah tua.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Jum'at, 16 Oktober 2020 | 18:25 WIB
Satu Dasawarsa Erupsi Merapi, Kini Warga Lebih Percaya Data daripada Mitos
Sebuah monumen pengingat bencana erupsi Merapi 2010, yang diresmikan Bupati Sleman Sri Purnomo, di area Pedukuhan Bakalan, Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman, Jumat (16/10/2020). - (SuaraJogja.id/Uli Febriarni)

Panewu Cangkringan Suparmono mengakui, satu dasawarsa berlalu, tetapi jejak sisa erupsi masih dapat dilihat jelas di banyak titik wilayah Kapanewon Cangkringan.

Tak hanya dianggap bencana, erupsi 2010 menjadi pelajaran bagi warga dan membawa perubahan drastis bagi warga Cangkringan, utamanya dari segi mindset. Warga yang sebelumnya memercayai mitos, kini mereka percaya pada data-data yang dihadirkan oleh teknologi, laporan BPPTKG, informasi BPBD dan pihak lain terkait. Demikian pula dari sisi mitigasi, ibaratnya 'relawan bergerak lebih cepat, masyarakat rileks'.

Tidak tanpa alasan, anggapan demikian muncul karena warga di Cangkringan lebih paham bagaimana hidup berdampingan dengan Merapi, mulai dari forum khusus, pos pantau sendiri, peralatan sendiri.

Dari sisi ekonomi, jangka waktu 10 tahun belakangan memberikan kehidupan lebih baik bagi warga Cangkringan.

Baca Juga:Jalur Evakuasi di Lereng Merapi Masih Rusak, Perbaikan Masuk Tahap Lelang

"Ekonomi Cangkringan sangat tumbuh, berbeda dengan masa dulu, kami hanya bergantung pada pertanian dan ternak sapi perah. Sekarang begitu banyak sektor yang menghidupi warga. Demikian juga Pemdes di Cangkringan semakin pandai meng-create dan membangun bersama warganya," terangnya.

Berkaca pada kebutuhan jalur evakuasi saat bencana, Cangkringan selanjutnya memisahkan antara jalur wisata, jalur ekonomi dan jalur evakuasi. Ketiganya berjalan berdasarkan sesuai fungsinya, kendati bila ada bencana yang tak diduga, ketiga jalur bisa digunakan bersamaan. Untuk menghindari kepadatan di jalur evakuasi dan memperlambat proses evakuasi.

Jalur ekonomi muncul berawal dari rembuk sederhana Pemerintah Kapanewon, Pemkab Sleman untuk memanfaatkan jalur sepanjang 4,9 Km lebar 5 meter. Jalur itu menyangkut tiga kalurahan, yaitu Kepuharjo, Wukirsari, Argumulyo. Ketika jalur ini sudah jadi, pemanfaatannya tak akan pula mengganggu jalur wisata yang sudah lebih dulu beroperasi.

Di kesempatan yang sama, Suparmono tak berat pula mengakui, masih ada jalur evakuasi yang rusak di kawasan Merapi. Misalnya jalur poros Glagaharjo sepanjang 2 Km masih rusak, dari total 8 Km yang ada.

Serta poros Watuadeg, Wukirsari - Umbulharjo juga mengalami kerusakan sepanjang 3 Km.

Baca Juga:Pertumbuhan Kubah Stabil, Aktivitas Vulkanis Gunung Merapi Cukup Tinggi

"Tahun ini diperbaiki. Kalau untuk poros Glagah, sebetulnya sudah masuk jadwal perbaikan tahun ini, tapi karena COVID-19 jadi mundur dari jadwal," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak