Jadi Wilayah Rawan Bencana, Bantul Tetapkan Status Siaga Darurat

Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan peta kewilayahan Bantul, yang diketahui menjadi daerah rawan bencana.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 22 Oktober 2020 | 11:31 WIB
Jadi Wilayah Rawan Bencana, Bantul Tetapkan Status Siaga Darurat
Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Bantul Budi Wibowo berbicara kepada awak media, Kamis (1/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Pemerintah Kabupaten Bantul menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi, mulai dari banjir tanah longsor, dan angin kencang. Penetapan ini mempertimbangkan prediksi datangnya fenomena La Nina yang dibarengi dengan meningkatnya curah hujan yang tinggi.

"Status siaga darurat bencana di Kabupaten Bantul berlaku mulai tanggal 7 Oktober 2020 hingga 28 Februari 2021," kata Pjs Bupati Bantul Budi Wibowo kepada awak media, Kamis (22/10/2020).

Budi menjelaskan, penatapan status siaga darurat sudah tertulis dalam Keputusan Bupati Bantul nomor 480 tahun 2020.

Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan peta kewilayahan Bantul, yang diketahui menjadi daerah rawan bencana.

Baca Juga:Jelang Libur Panjang, BNPB Minta Warga Hindari Tempat Wisata Rawan Bencana

Saat ini pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul terkait program dan kegiatan siaga darurat bencana.

Menurutnya, diperlukan langkah strategis dan antisipasi yang tepat menghadapi potensi bencana yang ada.

"Langkah tersebut memang perlu dan harus dilakukan sebagai antisipasi pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPDB Bantul Dwi Daryanto mengatakan, pihaknya terus menjalin komunikasi yang intens dengan pemerintah desa serta OPD teknis terkait.

Hingga saat ini tercatat sudah ada 20 pos pemantauan yang terdiri dari personel Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Pemerintah Desa.

Baca Juga:Jogja Terancam Dampak La Nina, BMKG: Curah Hujan Naik Sampai 40 Persen

"Kita bentuk 20 pos pemantau di lokasi yang kota rasa paling rawan banjir, tanah longsor dan angin kencang. Misalnya di Kecamatan Piyungan, Dlingo, Pleret, Pondung, Imogiri dan Kasihan," ujar Dwi.

Disampaikan Dwi, pos ini akan bersiaga selama 24 jam untuk terus memastikan dan informasi situasi terkini potensi bencana di wilayah tersebut.

Harapannya dengan pantauan tersebut, koordinasi segala lini akan terjalin lebih baik untuk meminimalisir dampak bencana yang ditimbulkan.

Di samping itu, setiap pos pemantauan akan diminta untuk segera menyediakan sarana serta prasarana penunjang yang diperlukan.

Salah satunya yakni tempat pengungsian sementara yang berguna bagi warga terdampak.

"Pos atau shelter untuk pengungsian sudah harus disiapkan terlebih dulu sebelum terjadi bencana," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak