"Padahal mulanya itu telepon bukan dari penumpang, tapi tapi mereka mengira bahwa saya tengah menjemput pelanggan, saya sampai memperlihatkan isi ponsel saya," tuturnya.
"Jika itu terjadi pada istri, ibu, anak anda, apa anda tega?," ucapnya kala itu.
Kisah ini menjadi satu di antara banyaknya kisah mengenai permasalahan yang kerap dialami oleh pengendara ojol sehari hari.
Hal itu pulalah yang membuat mereka kini berevolusi, dari yang mulanya merupakan individu, kini menjadi beregu.
Baca Juga:Dianggap Pelit Kebangetan, Viral Curhat Ojol Tagih Biaya Parkir Rp3 Ribu
Salah satu dari hasilnya adalah kemunculan grup Srikandi. Saat pertama berdiri di tahun 2016 grup ini bernama “Kartini”, namun nama tersebut diubah karena figur Srikandi yang setangguh lelaki lebih cocok untuk menggambarkan perjuangan para perempuan tangguh ini.
Ancaman “Predator”
Jika ojol laki-laki lebih rentan menjadi korban kasus kekerasan seperti begal, klitih dan persekusi opang, lain halnya dengan perempuan yang mana lebih kerap disasar oleh pelaku kejahatan seksual.
Setidaknya demikianlah penuturan Lasmi, wanita 48 tahun yang menjadi ketua pertama komunitas ojol tersebut.
Ia menuturkan bahwa komunitas ini didirikan mulanya sebagai sarana silaturahmi sesama ojol kaum hawa. Dulunya komunitas tersebut beranggotakan 30 member namun kini menjelma setidaknya sejumlah 500 orang.
Baca Juga:Bidik Segmen Baru, MV Agusta Bakal Masuk Kelas 500cc dan Motor Elektrik?

"Kita sering berpapasan di jalan namun tak saling mengenal. Saat itu rasanya seperti mbabat alas," ungkap warga Bantul tersebut.
"Agar saling kenal, saya memberikan usul ke kantor Gojek. Mereka pun menghimpun data para pengendara ojol perempuan lalu berdirilah komunitas ini," imbuhnya.
Kehadiran grup tersebut tentu sangat membantu jika ada ojol yang mengalami masalah, termasuk tindakan asusila.
Lasmi mengatakan bahwa tindakan tak terpuji tersebut bisa memakan korban dari berbagai usia, membuat ojol wajib waspada.
"Dulu saya pernah mengantarkan makanan ke hotel. Kalau saat ini, setiap ojol yang mengantar pesanan ke kamar harus ditemani oleh satpam hotel, tapi dulunya tidak," kata ibu dengan dua anak tersebut.
"Waktu itu saya mengalami pelecehan, walaupun cuma secara verbal. Yang memesan makanan adalah lelaki hidung belang. Setelah transaksi makanan, dia tiba 'menawar' saya untuk memberikan 'layanan jasa yang lain'," lanjutnya.