Pupuk Subsidi Langka, Petani di DIY Terancam Gagal Tanam

Yang ada sekarang ini ada cuma pupuk non subsidi.

Galih Priatmojo
Jum'at, 20 November 2020 | 19:30 WIB
Pupuk Subsidi Langka, Petani di DIY Terancam Gagal Tanam
Petani gapoktan Sumber Harapan, Bantul usai bertemu anggota Komisi B DPRD DIY di kantor DPRD DIY, Jumat (20/11/2020) siang. [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Para petani di DIY saat ini mengalami kekuranganketersediaan pupuk bersubsidi. Padahal musim tanam pertama akan dimulai pada pertengahan Desember 2020 mendatang.

Sementara harga pupuk non subsidi tiga kali lipat dari harga pupuk bersubsidi. Contohnya harga pupuk subsidi urea yang dijual di gabungan kelompok tani sekitar 90 ribu per sak untuk Harga Eceran Tertinggi (HET), maka harga pupuk non subsidi mencapai lebih dari Rp 280 ribu per sak.

"Yang ada sekarang ini ada cuma pupuk non subsidi. Kalau ada pun dari pengecer tidak diberikan semua ke gapoktan tapi dijual ke orang luar gapoktan karena harga jualnya lebih mahal," ujar Suwanto, petani gapoktan Sumber Harapan, Bantul usai bertemu anggota Komisi B DPRD DIY di kantor DPRD DIY, Jumat (20/11/2020) siang.

Padahal untuk 1 hektar lahan membutuhkan 2-4 sak pupuk, khususnya lahan yang gersang. Namun dengan langkanya pupuk subsidi, maka terpaksa petani membeli pupuk non subsidi dengan mengecer. Sudah lebih dari dua bulan ini mereka mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

Baca Juga:Ada Dugaan Money Politic, Bawaslu Akan Panggil Paslon Pilkada di Bantul

Sementara untuk musim tanam sekarang ini, petani sudah gagal panen. Musim hujan yang maju membuat lahan palawija mereka terendam air sehingga tidak bisa dipanen.

"Kami sudah kesulitan cari pupuk subsidi sejak Juli-Agustus lalu. Jadi akhirnya rugi karena sudah harga pupuk non subsidi mahal, sekarang musim hujan maju dan kami tidak bisa panen karena tanaman rusak," ungkapnya. 

Ditambahkan petani lain, Sujito, untuk bisa mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus memiliki kartu tani. Namun belum semua petani memiliki kartu tersebut saat ini.

"Yang sudah punya kartu tani pun juga masih kesulitan. Saat menggesek kartu untuk dapat pupuk subsidi, ternyata tidak masuk hitungan," ungkapnya.

Sementara plt Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Syam Arjayanti mengungkapkan sebenarnya ketersediaan pupuk bersubsidi bagi petani ada. Namun keterserapan pemanfaatan pupuk tersebut di tingkat masih rendah. 

Baca Juga:Tampil Beda, Buku Tahunan Siswa di Bantul Ini Gunakan Konsep Manusia Purba

"Penyerapan [pupuk subsidi] masih rendah. Sebab kalau kita monev ke lapangan, pupuk subsidi ada," ungkapnya.

Disebutkan Syam, serapan pupuk urea bersubsidi pada 2020 ini hanya 56,16 persen, pupuk SP-36 sebesar 75,16 persen dan NPK sebesar 74,53 persen. Sedangkan pupuk ZA bersubsidi baru terserap 62,84 persen dan pupuk petragonik sebesar 79,09 persen.

Terkait penggunaan kartu tani yang dikeluhkan, banyak petani yang saat ini belum masuk ke gapoktan. Akibatnya mereka memang tidak bisa mendapatkan kartu tani.

Dari total sektar 400 ribu petani di DIY, saat ini sebanyak 313.795 petani yang memiliki kartu tani. Kartu tani paling banyak dimiliki Gunung Kidul yang mencapai 144.461 petani, disusul Sleman 67.637 petani, Kulon Progo 51.224 petani, Bantul 50.349 petani dan Kota Jogja 124 petani.

Dekan Fakultas Pertanian UGM, Jamhari mengungkapkan petani seringkali menggunakan pupuk melebihi kebutuhan. Padahal penggunaan pupuk yang berlebihan tidak akan berpengaruh pada produksi pertanian.

"Perlu ada mapping dinas pertanian kabupaten untuk penggunaan pupuk apakah sudah sesuai atau justru berlebihan. Penggunaan yang melebihi dosis tejadi di Jawa," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak