6 Tahun Perda DIY tentang Hak Penyandang Disabilitas, Ini Catatan Komite

"Kebijakan sudah ada, tapi implementasinya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Mengakibatkan masih adanya penyandang disabilitas yang ditolak oleh sekolah-sekolah."

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 23 November 2020 | 20:40 WIB
6 Tahun Perda DIY tentang Hak Penyandang Disabilitas, Ini Catatan Komite
umpa pers di Kantor Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas DIY, Demangan Baru, Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Senin (23/11/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY memberikan beberapa catatan penting kepada Pemerintah DIY dan Kabupaten/Kota terkait Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang berlaku secara efektif sejak 2014 atau enam tahun silam.

Komisioner Bidang Pemantauan dan Layanan Pengaduan Komite Disabilitas DIY Winarta menyampaikan bahwa sebenarnya dalam kurun waktu enam tahun itu sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.

Namun, catatan ini perlu diberikan guna terus mendorong Pemerintah DIY dan Kabupaten/Kota untuk memperkokoh pengarusutamaan disabilitas dalam semua program, kebijakan, dan anggaran yang diputuskan ke depan.

Disampaikan Winarta, catatan pertama terkait dengan pendidikan. Meski dalam aturan di setiap jenjang pendidikan dari SD hingga SMA atau SMK sudah diberikan kuota kepada penyandang disabilitas, tetapi pada kenyataannya aturan itu masih belum diindahkan.

Baca Juga:Tidak Ada Keterlibatan Penyandang Disabilitas, Fasum Khusus Masih Minim

"Dalam praktiknya banyak sekolah yang belum siap. Kebijakan sudah ada, tapi implementasinya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Mengakibatkan masih adanya penyandang disabilitas yang ditolak oleh sekolah-sekolah tertentu," kata Winarta saat memberikan keterangan pada awak media, Senin (23/11/2020).

Menurutnya, hal itu tidak hanya bertentangan dengan Perda Nomor 4 tahun 2012, tetapi juga kebijakan Gubernur DIY yang sudah mencanangkan DIY sebagai daerah pendidikan inklusif.

Nantinya, itu akan termasuk dengan layanan yang semestinya diberikan kepada penyandang disabilitas kaitannya dengan akomodasi yang layak. Namun, justru hal itu masih belum diperhatikan sepenuhnya oleh beberapa sekolah.

"Secara sarana dan prasarana pun, mulai dari bangunan sekolah dan lingkungannya yang diharap bisa lebih mudah dalam hal askesibilitas nyatanya itu belum sepenuhnya terpenuhi," ucapnya.

Winarta menganggap Pemerintah DIY dan Kabupaten/Kota belum punya desain yang berkaitan dengan perencanaan capaian sekolah di DIY agar bisa menjadi sekolah yang inklusif. Hal itu yang masih terlewatkan dalam target pembangunan. Mengakibatkan masih adanya persoalan bagi penyandang disabilitas.

Baca Juga:DIY Zona Merah, Pemda Perketat Sanksi Finansial Pelanggar Prokes

Catatan kedua, ada di bidang ketenagakerjaan. Jika mengacu pada Perda DIY Nomor 4 tahun 2012 dan UU Nomor 8 tahun 2016, di situ tercatat bahwa kuota kerja bagi penyandang disabilitas sudah ada. Dimana setidaknya kuota kerja penyandang disabilitas itu adalah satu persen di perusahaan swasta dan dua persen di instansi pemerintah baik menjadi aparatur sipil negara maupun di BUMN atau di BUMD.

"Tapi itu belum bisa berjalan dengan baik. Di sektor swasta saja belum banyak perusahaan yang memberikan kuotanya. Kemudian, di instansi pemerintahan itu malah lebih jauh lagi saat bicara tentang melaksanakan penerapan kuota itu," jelasnya.

Dari perhitungan yang dilakukan pihaknya, diketahui belum ada perusahaan baik swasta atau instansi yang memenuhi target kuota itu. Bahkan untuk penerimaan PNS pun juga belum mencapai 2 persen.

"Jadi ketercapaian untuk seluruh PNS pun akan sangat sulit untuk tercapai kuota 2 persen saja. Karena setiap rekrutmen itu tidak bisa mencapai 2 persen. Entah sampai kapan itu tidak akan bisa tercapai. Termasuk yang untuk ASN tapi bukan PNS, hanya tenaga teknis dan sebagainya itu juga belum memperhatikan kuota untuk penyadang disabilitas," bebernya.

Sementara itu adanya formasi khusus untuk penyandang disabilitas di setiap penerimaan PNS juga tidak begitu membantu. Pasalnya persyaratan-persyaratan yang ada belum mencerminkan situasi yang dihadapi oleh teman-teman penyandang disabilitas.

Salah satunya dengan mensyaratkan pendidikan minimal adalah S1, sedangkan kebanyakan penyandang disabilitas belum bisa mencapai pendidikan S1. Dikarenakan memang masih banyak hambatan di sekolah reguler itu sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak