SuaraJogja.id - Spanduk yang menyinggung RS Sakina Idaman milik calon bupati Sri Muslimatun membuat geram tim paslon nomor 2 Pilkada Sleman Sri Muslimatun - Amin Purnama (Mulia). Di spanduk itu, RS tersebut dituding mencaplok tanah kas desa.
Sontak tim pemenangan paslon nomor 2 dibuat panas dengan pernyataan ini. Hasto Karyantoro, sang ketua, mengungkapkan bahwa spanduk itu berisi fitnah dan provokasi, sehingga baginya itu merupakan kejahatan pemilu yang terstruktur, terlebih telah disebar di berbagai titik.
“Ini jelas sebagai kejahatan pemilu yang terstruktur. Pemasangan spanduk sangat masif dalam dua hari terakhir dan tersebar liar di banyak tempat,” ujar anggota DPRD Sleman dari Fraksi PKS itu, Jumat (4/12/2020).
Spanduk tersebut berisi tuduhan bahwa Rumah Sakit Sakina Idaman milik Muslimatun mencaplok tanah kas desa di Mlati. Menurut Hasto, aksi ini jelas merupakan kampanye hitam. Pihaknya telah melaporkan kasus ini ke Bawaslu dan Kepolisian.
Baca Juga:Rumah Sakit di Sulawesi Selatan Siapkan Ruangan Khusus Vaksinasi
"Tim hukum kami sudah mengirim surat protes ke Bawaslu dan Polres," tegasnya, dikutip dari HarianJogja.com -- jaringan SuaraJogja.id.
Kasus maraknya spanduk liar turut direspons Ketua Fraksi Golkar DPRD Sleman Sukamto. Bagi Sukamto, yang kenal sejak lama dengan Muslimatun, tuduhan ini sangat menyakitkan.
Ia mengaku tahu, Muslimatun mengawali karier sebagai bidan di RSUP Dr Sardjito sejak 1980-an. Rumah Sakit Sakina Idaman miliknya dirintis dari rumah bersalin sejak 1993. Hingga 27 tahun berdiri, RS Sakina banyak membantu warga melahirkan secara gratis, terutama bagi kalangan tak mampu.
“Saya tahu rumah sakit itu dirintis Bu Mus bersama suaminya, Pak Damanhuri, dari nol. Dari masih klinik kecil-kecilan sejak tahun 1993. Hingga saat ini sudah ribuan warga yang melahirkan secara gratis. Malah baru sekarang muncul fitnah dan provokasi. Ini sangat menyakitkan," jelas anggota koalisi dari Paslon MuliA itu.
Menurut Sukamto, aksi ini sengaja dilakukan menjelang pencoblosan untuk membangun opini negatif.
Baca Juga:Antisipasi Kapasitas RS Penuh, Pemkab Bantul Buat Shelter Isolasi di Desa
"Karena tak mampu mengusung politik gagasan, mereka menebar hoaks dan provokasi untuk menjatuhkan kami. Parahnya, mereka menyerang rumah sakit sebagai simbol kemanusiaan," jelasnya.
Sementara menurut Surana, selaku Ketua DPD NasDem Sleman, aksi ini dilakukan salah satu kontestan yang didukung kekuatan besar. Indikasi ini terlihat dari maraknya pemasangan spanduk menjelang hari pemilihan.
“Kami tahu lawan kami adalah kekuatan besar yang tak ingin kekuasaannya runtuh. Mereka tak mampu bersaing secara fair,” tegas anggota DPRD Sleman itu.
Tim MuliA berharap, Bawaslu dan kepolisian bertindak cepat, setidaknya dengan mencopot seluruh spanduk tersebut sebelum mengusut siapa pelakunya. Surana juga mengimbau masyarakat tidak terpengaruh dengan isu-isu provokasi.
“Masyarakat sudah sadar dan cerdas dalam berdemokrasi. Semua tahu siapa kandidat yang di-backup kekuatan besar dan menghalalkan segala cara untuk berkuasa,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Sleman M Abdul Karim Mustofa mengatakan, Panwascam telah menurunkan spanduk-spanduk yang bernada profokatif di sejumlah titik. Penurunan spanduk dilakukan oleh Panwascam bersama Satpol PP kepanewon karena dinilai melanggar aturan.
"Yang menurunkan [spanduk provokatif] petugas dari Satpol PP, setelah berdiskusi dengan Panwascam. Sebab APK kampanye yang provokatif itu kalau dibiarkan bisa mengarah ke negatif campign," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa pemasangan APK harus sesuai dengan Peraturan KPU No.11/2020 tentang Perubahan Atas PKPU No.4/2017 terkait beberapa lokasi yang dilarang dipasang APK.
"Bawaslu Sleman menghimbau kepada seluruh Paslon untuk tetap menjaga kondusifitas di Sleman menjelang Pilkada. Dimohon juga tim serta relawan untuk jangan saling menyerang dan melakukan negative campaign," tegasnya.