Sementara itu, Ayu Arista Murti menyebutkan, dalam berkesenian dengan media sampah, teman-teman Studio Tactic berusaha transfer teknologi bersama masyarakat dalam mengolah dan mengelola sampah rumah tangga.
"Intinya bagaimana mereka bisa memanfaatkan benda sekitar yang tadinya dibakar, dibuang, supaya tetap bermanfaat. Apalagi pandemi banyak belanja online dan sampah numpuk, padahal pengambilan sampah belum tentu teratur," ungkapnya.
Ayu menambahkan, sampah utamanya sampah plastik adalah masalah global bukan lagi masalah lokal.
"Daripada cuman protes, kami lebih ke aksi, sesuatunya sederhana aja ini. Tidak ada support yang melembaga seperti pemerintah, NGO atau lembaga keuangan yang besar. Kami kolektif dan independen, semua kegiatan didanai kocek pribadi dan hasil penjualan produk-produk kami," terangnya.
Baca Juga:Sirekap Sempat Eror, KPU Sleman Tetap Rapat Pleno Rekapitulasi Hitung Suara
Di kesempatan itu, Ayu juga menyoroti perihal kebiasaan memilah sampah yang belum didukung hulu ke hilir. Misalnya saja, dari rumah tangga setiap penghuni sudah memilah sampahnya. Namun, saat dikumpulkan oleh petugas, sampah tadi akhirnya dicampur kembali.
Dengan menjadikan sampah sebagai media seni, dijual bahkan menjadi instalasi pameran, maka kritik lingkungan yang dibangun oleh Studio Tactic bisa dilihat lebih banyak orang dari pelbagai kalangan.
"Bisa menimbulkan impact yang lebih besar. Jadi persoalan sampah ini tidak sekadar dilihat secara parsial," ucapnya.
Bagi Ayu, yang paling mengena saat bergelut dengan sampah adalah, ia menjadi lebih introspeksi pada diri sendiri. Bahwa segala sesuatu harus dimulai diri sendiri.
"Kalau kita sendiri tidak berubah, gimana kita mau merubah. Saya juga bukan manusia sempurna, saya juga masih pakai plastik, tapi setidaknya saya lambat laun malas buang sampah sembarangan, misalnya," urainya.
Baca Juga:Mengintip Budi Daya Maggot di Sleman, Berdayakan Warga Terdampak Tol
Sejak awal dibangun oleh Ayu dan rekannya, yaitu Mutia Bunga, Studio Tactic ingin membuat karya yang bermanfaat, bisa digunakan, banyak ditemukan dan memberi arti lebih.
"Kami memulai langkah ini dari main ke TPA Piyungan. Ngenesnya, baru turun dari kendaraan itu langsung dirubung lalat banyak banget, bahkan kami lihat sapi-sapi makan plastik," ungkap Ayu dengan ekspresi bergidik.
Sebagai seniman yang terbiasa mengolah berbagai media, mengelola media sampah tetap memberikan tantangan dan banyak cerita bagi seorang Ayu.
Dan cerita-cerita yang ia dapatkan itulah yang akan memperkaya ide-idenya dalam berkesenian.
"Dengan mengadakan workshop juga ada obrolan-obrolan yang hadir, jadi sisi humanisnya kena. Hati kita tersentuh dari hal nyata," lanjut dia.
Kontributor : Uli Febriarni