Bukan Ketahanan Pangan, Ada yang Lebih Utama bagi Pak To Hadapi Pandemi

"Kalau ketahanan pangan saja asal bisa makan, tapi beli, atau bisa makan, tapi impor. Kalau mandiri pangan itu kearifan lokal."

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 28 Desember 2020 | 08:20 WIB
Bukan Ketahanan Pangan, Ada yang Lebih Utama bagi Pak To Hadapi Pandemi
Pemilik Joglo Tani, To Suprapto, menunjukkan lahan pertanian eksperimen yang ia buat dengan menggabungkan kolam ikan air tawar untuk menanam padi, di Jalan Godean KM 9, Mandungan 1, Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Sleman, Minggu (27/12/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Pandemi Covid-19 masih berlangsung dan menjadi masalah yang luar biasa di berbagai wilayah. Ketahanan pangan selalu digaungkan oleh pemerintah dalam menghadapi kondisi krisis semacam ini.

Namun bagi To Suprapto, atau pria yang akrab disapa Pak To oleh warga setempat, ada yang lebih utama dari ketahanan pangan. Artinya, yang menjadi hal utama bukanlan ketahanan pangan, melainkan kemandirian pangan hingga menuju kepada kedaulatan pangan yang terpenting.

"Konsepnya dari ketahanan pangan menjadi kemandirian pangan. Syukur bisa menjadi kedaulatan pangan. Kalau ketahanan pangan saja asal bisa makan, tapi beli, atau bisa makan, tapi impor. Kalau mandiri pangan itu kearifan lokal. Tanam apa yang kita makan, makan apa yang kita tanam," kata Pak To saat ditemui SuaraJogja.id di rumahnya di Jalan Godean KM 9, Mandungan 1, Margoluwih, Seyegan, Sleman, Minggu (27/12/2020).

Pak To bukan orang asing di dalam dunia pertanian Indonesia. Kiprah pertaniannya, baik di Indonesia hingga menuju berbagai belahan dunia, tak perlu diragukan lagi.

Baca Juga:Tugu Virus Corona di Pekanbaru

Diceritakan Pak To bahwa sebenarnya ia dulu berlatar belakang sebagai seorang pendidik milik Yayasan Probosutedjo, adik mantan Presiden RI Soeharto. Selain itu, ia juga merupakan pemain sepak bola aktif di klub PSIM Yogyakarta hingga ke PSS Sleman.

Bahkan ia juga pernah merasakan menjadi wasit. Namun, kesukaan atau hobinya dengan tanaman didukung dengan profesinya sebagai guru pertanian, ia menjadi lebih intens lagi menekuni bidang tersebut.

"Pada tahun 1989 saya ikut program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang diselenggarakan oleh pemerintah kerja sama dengan FAO. Saya angkatan pertama," katanya.

Pemilik Joglo Tani, To Suprapto, menunjukkan lahan pertanian eksperimen yang ia buat dengan menggabungkan kolam ikan air tawar untuk menanam padi, di Jalan Godean KM 9, Mandungan 1, Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Sleman, Minggu (27/12/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)
Pemilik Joglo Tani, To Suprapto, menunjukkan lahan pertanian eksperimen yang ia buat dengan menggabungkan kolam ikan air tawar untuk menanam padi, di Jalan Godean KM 9, Mandungan 1, Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Sleman, Minggu (27/12/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

Dari situ, langkah di bidang pertaniannya makin menguat. Program yang berlangsung selama 10 tahun itu akhirnya berakhir. Tercetuslah pikiran untuk melakukan swadaya pertanian.

Setelah melewati proses rembug atau diskusi yang penjang, muncul sebuah wadah bernama Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Organisasi ini lahir dari petani dan dikelola sendiri oleh petani secara mandiri.

Baca Juga:Abai Tangani Pandemi, Bupati Probolinggo Ancam Tunda Pencairan Dana Desa

Singkat cerita, setelah berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia untuk berbagi kiat-kiat pertanian, Pak To memutuskan kembali ke rumahnya sendiri untuk mendirikan wahana pembelajaran pertanian terpadu yang kini dikenal sebagai Joglo Tani.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak