SuaraJogja.id - Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka yang baru saja diterbitkan menimbulkan kritik dari sejumlah pihak. Jurnalis dan aktivis HAM, Dandhy Laksono menyebut bahwa Pergub tersebut bisa saja batal.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 4 Januari 2021 lalu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X baru saja meneken pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.
Di dalam pergub tersebut, sejumlah kawasan cagar budaya dilarang menjadi tempat berunjuk rasa.
Diantaranya Istana Negara Gedung Agung, Kraton Kasultanan Ngayogyakarta, Kraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede dan kawasan Malioboro. Aksi unjuk rasa bisa dilakukan minimal 500 meter dari pagar atau titik terluar area cagar budaya tersebut.
Baca Juga:Aktivis Dandhy Laksono Sebut Presiden Bisa Cegah Banjir di Banjarmasin
Selain sebagai cagar budaya, pemda beralasan kebijakan tersebut digulirkan sesuai dengan kebijakan Kementerian Pariwisata dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.
"Kan ada, karena satu, [kawasan] heritage ,yang kedua [sesuai] keputusan Menteri Pariwisata, obyek-obyek vital gak boleh [untuk unjukrasa]'," ungkap Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kantor DPRD DIY, Jumat pekan lalu.
Belakangan, keputusan tersebut dikritik sejumlah pihak, termasuk diantaranya Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) yang berisi sejumlah organisasi masyarakat sipil yang kemudian melayangkan somasi ke Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X terkait larangan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut.
Koalisi menuntut agar Sultan Hamengku Buwono X segera mencabut dan membatalkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.
Sultan dalam hal ini sebagai Gubernur DIY diberi tenggat waktu untuk mencabut Pergub tersebut dalam sepekan.
Baca Juga:Jokowi Cuit soal Banjir, Aktivis Dandhy Laksono Beri Balasan Menohok
Jika tidak ada tanggapan, maka Koalisi akan melaporkan Sultan ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran maladministrasi.
"Apabila dalam tempo tujuh hari sejak somasi ini dikirimkan Gubernur DIY tidak mencabut atau membatalkan Pergub 1/2021 maka kami akan melaporkan Gubernur DIY kepada Komnas HAM RI atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia," terang koalisi.
Jurnalis dan aktivis HAM, Dandhy Laksono pun turut memberikan pendapatnya terkait terbitnya pergub tersebut.
Lewat kicauannya di Twitter, ia menyebut bahwa pergub tersebut bisa saja batal demi hukum. Ini seperti yang terjadi di DKI Jakarta dulu di mana Gubernur DKI pernah bikin pergub ngawur serupa lalu direvisi.
"Pergub ini bisa batal demi hukum. Bertentangan dengan UU penyampaian pendapat di tempat umum. Gubernur DKI dulu pernah bikin pergub ngawur seperti ini. Lalu direvisi," tulisnya.
Sementara itu, selain akan melaporkan ke Komnas HAM dan Ombudsman, upaya pembatalan pergub akan ditempuh tim Koalisi ARDY lewat pengajuan hak uji materiil ke Mahkamah Agung. Mereka menilai Pergub 1/2021 bertentangan dengan UUD 1945, UU no 9 tahun 1998, UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik.