Kalau terjadi pelanggaran HAM berat, maka penyelidikan dan penyidikannya adalah Komnas HAM dan diselesaikan melalui pengadilan HAM. Kemudian jika pembunuhan, maka penyelidikan dan penyidikannya dilakukan oleh kepolisian dan diselesaikan melalui pengadilan negeri (umum).
"Sehingga yang dilakukan Komnas HAM dapat menimbulkan kebingungan di kemudian hari. Seharusnya rekomendasinya diberikan kepada Kejaksaan Agung, dan juga semua sudah siap. Maka Mahkamah Agung melakukan penuntutan terhadap terdakwa di pengadilan HAM," sambung pria yang jadi saksi ahli kasus suap PN Jakarta Pusat dengan terpidana Eddy Sindoro itu.
Di dalam keterangannya, Mudzakir sekaligus memberi kritik terhadap rekomendasi Komnas HAM.
"Pertama, mengapa ada kata pelanggaran HAM tapi diselesaikan melalui jalur pidana? Kedua, adanya kemungkinan pelanggaran berat karena Komnas HAM tidak dapat menjelaskan keterlibatan orang-orang dalam dua mobil avanza. Ketiga, Komnas HAM perlu mengklarifikasi dari mana mendapatkan barang bukti, mengambil sendiri di lapangan padahal telah beberapa hari setelah kejadian komnas baru ke lapangan, atau dari kepolisian sedangkan barang bukti menjadi tidak proper karena telah jatuh ke tangan pihak lain," bebernya.
Baca Juga:Panas! Habib Husin Semprot Pandji Pragiwaksono: Semua Tahu Kelakuan FPI
Implikasi rekomendasi itu yang muncul adalah tidak terjadi pelanggaran berat HAM, pengadilan HAM tidak kompeten dalam mengadili dan memeriksa pelaku oknum kepolisian. Selain itu, atasan dari kepolisian tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.
"Kemudian jika masuk ke pengadilan negeri, maka korban tidak memiliki legalstanding untuk mengajukan komplain di pengadilan HAM internasional," urainya.
Mudzakir menyebutkan, peristiwa penembakan itu harus dikaji dari sisi perbuatan yang mendahului (anofactum), perbuatan pembunuhan (factum), apa yang terjadi setelah pembunuhan dan perbuatan lanjutan, penyelidikan Komnas HAM (3 hari kemudian dan rekomendasi).
Tentunya hal itu memiliki konsekuensi, yaitu harus ditarik semua peristiwa yang mungkin dapat berkaitan dengan peristiwa ini. Sehingga terkuak hal apa yang menjiwai terjadinya pembunuhan itu.
"Jika dilihat dari antofactum sampai penyelidikan Komnas HAM, maka peristiwa ini dapat saja dikategorikan ke pelanggaran HAM berupa kejahatan kemanusiaan. Sehingga dapat memunculkan alternatif diadili di pengadillan HAM internasional," kata dia.
Baca Juga:Kritik Pandji Soal FPI, Ferdinand Hutahaean: Konyol! Sesat Fakta!
Seharusnya yang disisir dari peristiwa ini adalah pelanggaran HAM berat. Tidak perlu adanya konteks ringan, berat dan sebagainya. Bisa jadi hal ini bergeser menjadi pelanggaran HAM berat, karena Komnas HAM membuat kesimpulan yang masih belum pasti, tandas Mudzakir.