Pandemi Covid-19 Berlarut, Jumlah Orang Stres di Jogja Meningkat

Anak di Sleman mengalami depresi seusai ibunya meninggal lantaran di-Covid-19-kan

Galih Priatmojo
Senin, 08 Februari 2021 | 16:26 WIB
Pandemi Covid-19 Berlarut, Jumlah Orang Stres di Jogja Meningkat
Ilustrasi stres akibat pandemi Covid-19. [Ema Rohimah]

Faktor lainnya yang memicu depresi adalah stigma masyarakat. Ketika ada satu orang terkonfirmasi Covid-19. Keluarga orang tersebut tentu akan mendapat pandangan yang sama karena memiliki kemungkinan terpapar virus, sehingga dijauhi.

Perubahan perilaku orang yang depresi juga bisa terlihat dengan mudah. Dokter Diola menjabarkan ciri-ciri terlihat jika orang lebih banyak merenung, sedih, tidak bergairah untuk beraktivitas. Selain itu konsentrasi menurun, merasa sendiri bahkan tidak berguna terindikasi mengalami depresi.

"Ciri-ciri lainnya jika depresi dia mengurung diri, tidak mau bertemu orang, menangis dengan waktu yang lama bahkan menjauhi lingkungan sekitar," ujarnya.

Pada perkembangan Covid-19 saat ini ciri-ciri depresi bisa ditunjukkan orang dari unggahan di media sosial. Ia menjelaskan ada istilah cry for help atau mencari perhatian.

Baca Juga:Kasus Covid-19 di DIY Tembus 21.254, Sri Sultan Curhat Begini

Pada ciri-ciri itu, orang merasa ingin bunuh diri untuk menarik perhatian orang lain. Kendati demikian, kata Diola, orang tersebut meminta bantuan. Maka dari itu perlu didekati untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan.

Kasus bunuh diri di Bantul yang dipicu karena Covid-19, kata Diola sudah masuk dalam tahap gangguan jiwa berat. Biasanya, pasien memiliki halusinasi yang tidak bisa dipahami oleh orang di dekatnya.

"Jika memiliki niat atau percobaan bunuh diri sudah termasuk gangguan jiwa berat. Itu harus dilakukan rawat inap untuk pemulihannya. Pertama kami berikan obat-obatan untuk mengurangi agresifitasnya termasuk pikiran realistiknya. Setelah itu baru kami lakukan psikoterapi," ujar dia.

Lebih lanjut, pasien depresi kebanyakan usia produktif, berkisar usia 20-50 tahun. Diola juga menyebut jika mahasiswa banyak yang berobat ke RS Puri Nirmala.

"Kebanyakan stressor atau permasalahannya karena tekanan tugas yang banyak. Mendapat banyak tugas online, selalu di depan laptop, tidak ada tatap muka, tidak ada diskusi bersama. Karena tujuannya bertemu bukan hanya diskusi. Jadi misal antara satu orang butuh tepukan, atau sentuhan langsung," ujar dia.

Baca Juga:Kasus COVID-19 di DIY Masih Tinggi, Sri Sultan Larang Pembukaan Sekolah

Sleman tak ada lonjakan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak