Polda DIY Bongkar Kasus Penipuan Siber Jaringan Internasional, 1 WNA Masih Buron

kasus tindak pidana penipuan siber tersebut dengan modusbusiness e-mail compromise(BEC).

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 04 September 2021 | 15:52 WIB
Polda DIY Bongkar Kasus Penipuan Siber Jaringan Internasional, 1 WNA Masih Buron
Rilis kasus penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC) di Mapolda DIY, Sabtu (4/9/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Ditreskrimsus Polda DIY berhasil mengungkap kasus tindak pidana penipuan siber dengan modus business e-mail compromise (BEC). Kasus yang melibatkan jaringan internasional itu berhasil menguras harta korban hingga mencapai Rp 1,4 miliar. 

"Ini adalah kasus yang berkaitan dengan tindak pidana siber. Dalam hal ini keterlibatan ada jaringan internasional, kita katakan sebagai African group dari kejahatan BEC," kata Dir Reskrimsus Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu saat rilis kasus di Mapolda DIY, Sabtu (4/9/2021). 

Dalam kasus ini satu orang tersangka perempuan berhasil diamankan yakni berinisal MT (46) yang merupakan warga Jakarta. Sedangkan satu tersangka lain berinisial IG alias KN warga negara Nigeria, Afrika masih ditetapkan sebagai buron.

Dijelaskan Roberto, sasaran aksi kejahatan dari kelompok tersebut adalah mengincar kerentanan dari sebuah surat elektronik (surel) atau email. Sasarannya itu lebih khusus yang memiliki celah saat digunakan untuk bertansaksi keuangan.

Baca Juga:Gejayan Memanggil Gelar Lomba Mural, Ini Pesan Polda DIY

Setidaknya ada empat langkah yang sudah disiapkan tersangka dalam melangsungkan aksinya. Pertama yakni mengidentifikasi target. 

"Targetnya itu adalah kelompok usaha yang memiliki transaksi keuangan baik yang bersifat lintas negara atau dalam negara," ujarnya. 

Setelah identifikasi target sudah berhasil dilakukan, lanjut Roberto, tersangka lantas mengambil-alih surel sasaran milik korban tersebut. Ketika telah berhasil dikuasai, informasi yang ada di dalam surel tersebut ditukar.

Tujuannya untuk mengubah transaksi keuangan target dengan mengirimkan surel palsu. Supaya tidak aksinya terendus alamat surel itu dibuat mirip dengan aslinya. 

"Ini sebuah jaringan yang secara sistematis dilakukan untuk kejahatan BEC tersebut. Kelompoknya berbeda, ada yang meretas, mengirim surel palsu dan ada juga yang bertugas menarik transaksi," terangnya.

Baca Juga:Bantu Cukupi Ketersediaan Oksigen di Rumah Sakit, Polda DIY Salurkan 12 Ton Oksigen Cair

Rilis kasus penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC) di Mapolda DIY, Sabtu (4/9/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Rilis kasus penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC) di Mapolda DIY, Sabtu (4/9/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Kasus ini terungkap saat korban yakni PT Pagilaran yang diketahui bergerak di bidang ekspor komoditi pangan tengah melakukan hubungan usaha dengan perusahaan lain yaitu Good Crown Food/Global Tea, Ltd di Kenya, Afrika. 

Namun setelah diperhatikan lebih detail, korban menyadari ternyata surel transaksi antar perusahaan itu telah diretas oleh para tersangka. 

"Surelnya sudah disusupi atau dihack. Korban baru mengetahui setelah melihat terusan surat elektronik Good Crown Food/Global Tea, Ltd yang mengirimkan perintah (invoice) dengan alamay email yang berbeda yakni email asli korban [email protected] berubah menjadi [email protected] (ada penambahan karakter huruf s)," paparnya.

Padahal dalam periode itu, kantor korban yang berada di Yogyakarta itu tengah bertansaksi tepatnya sekitar November 2020 lalu yaitu pengiriman 21 ton teh curah dengan nilai Rp 1,4 miliar.

Akibat dari pengubahan di surel tersebut juga berpengaruh dengan transaksi yang seharusnya dikirim. Jika seharusnya dikirim hanya dengan satu rekening tetapi setelah diubah menjadi dua rekening lain.

Dua rekening itu juga sudah disiapkan para tersangka guna melancarkan aksinya. Rekening itu juga telah disiapkan pada dua bank berbeda yakni salah satu ada di bank di New York dan satu lagi di Indonesia. 

"Satu rekening sebesar Rp 710 juta ke salah satu bakk di New York, Amerika Serikat. Yang satu lagi masuk ke rekening bank di Indonesia senilai USD 48.304 atau sekitar Rp 600 juta sekian," ucapnya. 

Tersangka MT sendiri diamankan pada 4 Agustus lalu dan juga telah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bukti-bukti digital forensik yang ditemukan pun telah didalami lebih lanjut dan diketahui bahwa dalang dari aksi ini adalah tersangka IG yang masih buron.

"Dari hasil pemeriksaan diketahui tersangka MT dan IG sudah saling menegenal sejak 2003," imbuhnya.

Roberto menjelaskan saat ini tersangka MT telah ditahan di Mapolda DIY. Sedangkan proses pengejaran terhadap tersangka IG yang telah ditetapkan sebagai DPO juga masih terus diupayakan.

"Untuk MT sudah kami tahan dan untuk IG warga Nigeria kami sudah tetapkan status sebagai tersangka dan kami mengirimkan pencekalan karena kami duga IG masih berada di Indonesia, pencekalan ke Dirjen Imigrasi kemudian kami mengirimkan surat pemberitahuan ke Interpol untuk melakukan pencarian," urainya. 

Dalam kejadian ini polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya ada 2 unit telepon genggam, 2 buah buku tabungan atas nama MT dan sejumlah dokumen pendukung.

Terhadap tersangka, polisi menjerat dengan pasal 46 jo pasal 30 dan/atau pasal 48 jo pasal 32 dan/atau pasal 51 jo pasal 35 ayat 1 UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE. 

Ditambah dengan pasal 55 KUHP dan/atau UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Dengan ancaman hukuman semuanya di atas 5 tahun.

"Saat ini kami masih mengembangkan alat bukti lain atau korban-korban lain yang sudah dilakukan peretasan dengan modus BCE," tandasnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini