SuaraJogja.id - Terik panas siang itu tidak menjadi halangan bagi dua pria asal Jogja mengatur posisi kamera di depan Kantor Gubernur DI Yogyakarta, Minggu (5/8/2021). Sesekali, mereka mengarahkan para model berpose untuk diambil momen berliburnya.
Lengkap dengan baju lurik dan blangkon untuk model pria, serta pakaian kebaya untuk wanita, para model ini sumringah ketika melihat hasil jepretan fotografer.
Puas di Kantor Gubernur DIY, dua fotografer serta para model yang juga wisatawan itu berpindah ke Malioboro untuk mencari spot foto yang lain. Berbekal sepeda kebo sebagai propertinya, dua wisatawan bersama anak lima tahunnya kembali bergaya di depan kamera.
Hampir puluhan foto yang diambil oleh fotografer ini. Ia juga kadang menghapus beberapa hasil jepretan yang kurang baik.
Baca Juga:Akses ke Pantai Selatan Disekat, Wisatawan Lewat Jalur Tikus
Lebih kurang 30 menit mengambil gambar, keduanya beristirahat sejenak. Habib Fatkhurrahim, salah seorang fotografer menceritakan bagaimana dirinya mulai beralih mencari pelanggan di jalan. Jasa foto untuk prewedding yang sempat dibangun, menjadi sepi karena Covid-19.
"Dulunya kami prewedding, jadi menyasar orang dan pelanggan yang akan melaksanakan pernikahan. Waktu itu ramai karena belum ada pandemi Covid-19 ini," ujar Habib ditemui wartawan, Minggu.
Habib berusaha memutar otak agar bisa bertahan. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain sempat terbersit, namun situasi seperti ini cukup sulit menemukan perusahaan yang membuka lowongan.
"Saya tidak bisa berbuat banyak, hampir ingin menjual alat foto tapi tidak mungkin. Karena pekerjaan saya seperti ini (fotografi)," terang dia.
Meski sempat tak ada job, dirinya membuat foto-foto candid untuk dipublikasikan di akun Instagramnya. Berlatar Malioboro, ia menawarkan foto candid bagi wisatawan yang akan datang ke Jogja.
Baca Juga:Penyekatan di TPR, Begini Modus Wisatawan agar Bisa Tetap Sampai Ke Pantai Gunungkidul
"Karena job prewedding sepi, lalu beralih ke foto jalanan ini, dengan pose candid tiap model atau wisatawan yang datang," terang dia.
Waktu itu dirinya tak begitu yakin akan mendapat respons yang baik. Namun ia pun iseng membuat video dan foto lalu dibagikan ke TikTok dan juga Instagram miliknya.
Hanya menawarkan model berpose candid, tak begitu memberi efek, akhirnya Habib mendapat ide dengan memanfaatkan pakaian adat Jogja.
Ia mengatakan, ide itu muncul sekitar Februari 2021, berawal dari seorang penjual baju lurik yang biasa melintas di sekitar Kantor Gubernur DIY.
"Nah ide itu muncul, kami ajak bapak penjual baju lurik ini bekerjasama nanti dibuat konten dan share di Tik-Tok. Akhirnya mendapat tanggapan baik," kata dia.
Harapan kecil muncul ketika videonya ramai diperbincangkan di beberapa media sosial. Habib bersama rekannya lalu melakukan promosi dan menawarkan pelanggan ketika melintas di Malioboro.
Berhasil menarik perhatian di media sosial, Habib mendapat banyak pesan pribadi di akun Instagram. Banyak orang yang menanyakan tarif dan bagaimana menyewa jasanya.
"Nah dengan ide pakaian adat ini jadi lebih fresh. Jadi yang kami sediakan pakaian lurik dan beskap. Baru dua pakaian itu yang kami tawarkan," kata dia.
Sebelum PPKM pada awal Juli 2021 lalu, dirinya biasa mendapat 30 orderan dari pelanggan. Semenjak PPKM diterapkan hingga ada kelonggaran, saat ini sekitar 10 orang pelanggan per hari yang menggunakan jasanya.
"Jadi ada satu keluarga yang melintas misalnya, ya kami tawarkan. Selain itu juga lewat media sosial. Tapi kebanyakan responsnya dari media sosial lalu kami bertemu di Malioboro," kata Habib.
Meski sempat PPKM dan tidak banyak orang di Malioboro, momen itu dianggap lebih nyaman saat mengambil foto. Habib tidak berambisi untuk mendapat pelanggan yang banyak saat situasi saat ini, namun dirinya mensyukuri berapapun jumlah pelanggan yang meminta dan menyewa jasanya dalam sehari.
Tarif untuk jasanya dibayar per file foto yang dipilih. Habib mematok harga Rp5 ribu per file. Selain itu untuk jasa persewaan satu set baju adat sekitar Rp20-25 ribu.
"Nanti mereka pilih file-nya, tidak harus diambil semua fotonya. Nanti tinggal dikali Rp5 ribu," kata dia.
Habib menjelaskan bahwa ia tidak bergerak sendiri. Banyak warga sekitar yang ia ajak untuk membantu menjadi perias, tempat berganti pakaian hingga menyediakan baju adat. Saat ini jasa foto jalanan di Malioboro yang ia bangun sudah memiliki paguyuban bernama Pokoke Blangkon. Anggotanya sekitar 20 orang termasuk Habib yang menjadi koordinatornya.
Habib mengatakan bahwa jasa dan paguyuban ini dibangun karena warga merasakan kondisi yang sama yaitu kesulitan ekonomi. Sehingga ide yang ia cetuskan juga sebagai upaya mengajak warga untuk tetap bertahan di tengah pandemi.
Terpisah, salah seorang wisatawan asal Depok, Rana Sumantri Sumarna (35), mengatakan, baru kali pertama ia mencoba jasa foto dengan pakaian adat Jogja itu. Selama dirinya berkunjung ke Kota Pelajar, konsep itu baru ia temukan.
"Ya ini cukup baru ya, selama saya ke Jogja belum ada yang menawarkan seperti itu. Saya tahu dari Instagram dan saat berlibur ini sekalian mengajak anak dan istri membuat kenangan liburan yang berbeda," kata dia.
Soal harga, kata Rana juga termasuk terjangkau. Tidak sampai Rp200 ribu, dirinya sudah bisa mendapat hasil foto yang bagus dengan latar Malioboro.
"Cukup terjangkau, wisatawan tidak perlu budget lebih untuk mendapat hasil foto sebagus ini. Kami juga bebas mencari spot fotonya," ujar Rana.