Kaum Ibu di Sleman Inginkan PTM, Ajeng: Sekolah Daring Rawan Obesitas Hingga Mata Minus

DIY berencana menggelar pembelajaran tatap muka atau PTM saat PPKM Level 3

Galih Priatmojo
Jum'at, 10 September 2021 | 10:52 WIB
Kaum Ibu di Sleman Inginkan PTM, Ajeng: Sekolah Daring Rawan Obesitas Hingga Mata Minus
Kota Bekasi lakukan Kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Bekasi, (1/9/2021). (Suara.com/Imam)

Nia menilai, selama tiga semester sekolah menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), PJJ dinilai oleh sebagian masyarakat masih kurang efektif. Hal itu dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana, misalnya dalam satu keluarga terdapat beberapa anak yang mengikuti PJJ, keterbatasan jumlah gawai yang dimiliki serta keterbatasan jaringan dan juga kuota internet menjadi kendala dalam proses belajar daring.

"Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki jaringan internet yang bagus dan stabil membuat PJJ tidak maksimal," kata dosen sebuah universitas swasta di Jogja ini. 

Masalah lainnya, orang tua memiliki keterbatasan dalam mendampingi anak belajar di rumah.

"Orang tua yang secara bersamaan juga bekerja secara daring, mereka 'dipaksa' untuk berperan sebagai guru, mendampingi anak belajar bahkan harus mengajari anak demi proses kelancaran PJJ," lanjut dia. 

Baca Juga:Komisi IX Apresiasi Penerapan Wolbachia untuk Tekan Kasus DBD di Sleman

Tak berbeda halnya dengan Rahajeng Pramesi, ibunda dari Kalyana Parahita, siswa sebuah sekolah di Kota Yogyakarta. Secara antusias sebagai orang tua ia ingin PTM segera dibuka. Bahkan, ia menyebut anaknya juga menginginkan hal yang sama. 

Ajeng melihat sekolah daring justru menimbulkan banyak hal buruk. Misalnya saja ancaman terhadap kesehatan mata. Karena terpapar gawai dalam waktu lama, tak sedikit anak-anak yang terkena minus di masa pandemi. Kelelahan otak sementara ruang gerak terbatas juga menjadi kendala tersendiri. 

"Ancaman obesitas dan tantrum emosi tinggi," ungkap Ajeng. 

Ia mengaku tak khawatir bila PTM akan dibuka, karena dia sudah cukup yakin anak saya dan teman-temannya sudah bisa diarahkan untuk menerapkan prokes ketat.

"Guru-guru sudah tervaksin dan sarpras prokes di sekolah sudah siap," tegasnya. 

Baca Juga:Bocah SD di Sleman Ditemukan Tewas Gantung Diri di Kamarnya, Diduga Merasa Tertekan

Pertimbangan lain PTM harus segera dibuka yakni dengan beban mata pelajaran yang semakin sulit, anak membutuhkan peran guru dan diskusi antar teman.

"Ruh dari guru mengajar dan sekolah tidak bisa ditemui bersama orang tua. Orang tua juga punya beban ganda baik itu pekerjaan rumah, pekerjaan kantor pribadi dan mengajari anak," bebernya. 

"Ketika anak dan orang tua mentok tidak bisa menyelesaikan tugas mata pelajaran, anak kecewa dan ortu bingung. Lalu frustasi, itu mempengaruhi mental anak akhirnya jadi malas mengerjakan tugas," sambung Ajeng.

Terakhir namun sangat penting dipahami, sistem penilaian sekolah daring yang tidak bisa terukur bahkan tidak fair.

"Penilaian selama sekolah daring membuat anak pintar jadi bodoh. Anak bodoh jadi pintar, kejujuran diragukan. Kebijakan penilaian ada di tangan guru dengan indeks yang sulit dilakukan penilaian," tuturnya. 

Situasi pembelajaran yang berlangsung saat sekolah daring membuat anak yang semula tidak bisa, menjadi terlihat nilai tinggi. Karena tugas-tugas yang dibuat didampingi oleh ayah, ibu, kakak. Sedangkan anak yang awalnya selama sekolah luring memperoleh nilai baik, tiba-tiba anjlok karena minim didampingi orang tua saat mengerjakan tugas. Dengan demikian, membuat anak kecewa dan malas belajar. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak