Momentumnya adalah ketika Syarikat Indonesia bersama dengan Komnas Perempuan menggelar acara besar dalam rangka mempertemukan para penyintas G30S se-Jawa dan Bali di Yogyakarta. Tepatnya tahun 2005 di SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia), Bugisan, Yogyakarta.
Pertemuan yang bertajuk 'Temu Rindu Menggugat Senyap' itu adalah pertemuan pertama kali para tapol G30S setelah 35 tahun berpisah. Benar saja, pertemuan yang akhirnya memberikan nuansa nostalgia yang sangat kental itu berlangsung dengan penuh rasa haru.
Pipit mendiskripsikan waktu itu, ibu-ibu dan bapak-bapak yang datang tidak mempedulikan acara yang sebenarnya sudah disiapkan panitia. Melainkan mereka sibuk mencari teman-temannya yang hadir di Pendopo Bugisan itu.
"Jadi proses yang memberi ruang itu yang kemudian sangat luar biasa sih menurutku. Mereka bisa bertemu setelah 35 tahun karena setelah mereka bebas kan mereka tidak bisa bertemu kan," ungkapnya.
Baca Juga:Alasan TVRI Tak Tayangkan Film Pengkhianatan G30S PKI
Lebih lanjut, disebutkan Pipit, ternyata kerinduan para penyintas itu terbawa hingga akhir acara. Dalam buku presensi yang disediakan panitia banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang menyatakan ingin sekali mengulangi pertemuan itu.
Di sinilah cikal bakal inisiasi Kiprah Perempuan (Kipper) itu muncul sebagai sebuah wadah pertemuan para penyintas tragedi G30S di Kota Yogyakarta hingga sekarang.
"Ya ini terbentuk karena inisiasi Syarikat itu tadi. Kemudian difasillitasi dan ibu-ibu sendiri menyambut dengan penuh semangat bahwa mereka memang membutuhkan ruang itu. Ya udah dan itu bisa bertahan benar memang dan berkembang sesuai kebutuhan para anggotanya sampai sekarang," tuturnya.
Disampaikan Pipit, awalnya Kipper hanya memberikan wadah bagi para penyintas yang ada di Kota Yogyakarta. Namun tidak berlanjutnya program serupa oleh Syarikat Indonesia di kabupaten lain maka mereka ikut masuk di dalamnya.
"Jadi mereka kita tarik aja ke Kota Jogja. Jadi kemudian Kipper ini menampung ibu-ibu yang ada di Bantul pinggiran Sleman pinggiran dan Kulon Progo yang mau ikut bergabung. Bisa dibilang se-DIY tapi memang hanya cuplikan-cuplikan ya tidak banyak yang paling banyak ya Kota Jogja," jelasnya.
Baca Juga:1 Oktober 2021, Hari Kesaktian Pancasila atau Hari Lahir Pancasila? Cek Bedanya di Sini
Pipit menuturkan bahwa saat ini sudah banyak dari para penyintas G30S yang meninggal dunia. Kemudian juga sudah hampir 2 tahun ini tidak bisa bertemu akibat pandemi Covid-19.
"Sudah banyak yang meninggal, sekarang tinggal belasan, itu pun kalau dikumpulkan mungkin enggak sampai segitu sekarang. Bisa belasan paling ini aja yang sudah masih sehat itu hanya sedikit, paling puluhan sih," terangnya.
Saat ini Pipit sudah menikah dengan Supriyadi yang juga merupakan salah satu anak penyintas G30S. Mereka berkenalan juga saat bersama-sama melakukan berbagai kegiatan terkait penyintas tragedi G30S salah satunya dalam membentuk Kipper.
Mereka telah dikaruniai dua orang anak, yang pertama laki-laki berusia 10 tahun dan kedua perempuan berusia 9 tahun.
Ditanya apakah sudah mulai menjelaskan latar belakang keluarga ke anak-anak, Pipit menyebut sebenarnya tidak menjelaskan. Lebih kepada mengajak anak-anaknya untuk ikut dalam setiap pertemuan rutin yang dilakukan oleh Kipper.
"Nah mereka tidak pernah absen, mereka selalu ikut ketika ada pertemuan itu. Jadi simbah-simbah itu mereka kenal, mereka tahu simbahnya banyak. Aku lebih mengajak mereka untuk mengenal temannya simbah-simbahnya," ujarnya.