Praktik Tambang di Kali Progo Berujung Kriminalisasi Warga, Walhi Minta Pemda DIY Tegas

Sebelumya warga Jomboran dipolisikan lantaran menolak penambangan di Kali Progo.

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 11 Oktober 2021 | 21:05 WIB
Praktik Tambang di Kali Progo Berujung Kriminalisasi Warga, Walhi Minta Pemda DIY Tegas
Warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) mendatangi kantor Walhi Yogyakata, Kotagede, Kota Jogja, Senin (11/10/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta mempertanyakan ketegasan Sri Sultan HB X terkait penambangan yang terjadi di Kali Progo. Gubernur yang juga sebagai Raja Keraton Yogyakarta harus mengambil sikap terkait warganya yang dikriminalisasi karena mempertahankan lingkungan dari kerusakan penambangan.

"Catatan serius juga, kita mempertanyakan ketegasan Sri Sultan HB X yang kemarin juga mengkritik penambangan di Kali Progo (wilayah Gunung Merapi). Kalau Gubernur serius, harusnya memperhatikan penambangan di sungai juga," kata Kadiv Advokasi dan Kawasan, Walhi Yogyakarta, Himawan Kurniadi saat konferensi pers di kantor setempat, Senin (11/10/2021).

Ia mengatakan bahwa Gubernur jangan tebang pilih ketika ada persoalan di penambangan yang masuk di wilayahnya. Sehingga bisa mengambil sikap dari kasus yang terjadi di Kali Progo, wilayah Jomboran, Sleman.

Selain itu Walhi Yogyakarta juga mengaku kesulitan ketika ada laporan atau warga yang terdampak karena penambangan. Pasalnya di UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba seluruh izin berada di pemerintah pusat.

Baca Juga:Banyak Penambang Ilegal di Kali Progo, KPP Minta Pemerintah Tindak Tegas

"Kalau lapor ke Bupati, mereka menyebut ini bukan kewenangan saya. Kalau ke Provinsi pun juga seperti itu. Peraturan Pemerintah (PP) juga belum menjelaskan secara detail bagaimana kalau ada penolakan dari warga itu sendiri, bagaimana jika muncul dampak dari penambangan itu sendiri. Ini belum jelas," kata Himawan.

Walhi Yogyakarta berupaya agar kasus ini dibawa hingga ke Komnas HAM. Pasalnya pejuang lingkungan yang berusaha menjaga tempat tinggalnya dari potensi kerusakan akibat penambangan justru dilaporkan ke pihak berwenang.

"Ke depannya, mungkin kita akan melaporkan kasus ini ke Komnas HAM. Karena ini bagian dari usaha hingga ancaman yang diterima warga Jomboran yang juga sebagai pejuang HAM yang termasuk pejuang lingkungan sendiri," katanya.

Himawan berasumsi jika kasus ini tidak dikawal serius, akan banyak warga atau masyarakat lain yang berjuang untuk lingkungan mudah dikriminalisasi.

"Saya tidak membayangkan jika ini terjadi di wilayah lain. Warga akhirnya kalah dengan penguasaan atau penambang-penambang itu," kata dia.

Baca Juga:Tak Diajak Rembug, Warga Tolak Aktivitas Tambang Pasir PT MBS di Kali Progo

Kriminalisasi warga Jomboran, Minggir, Sleman yang dituding menghalangi usaha penambangan di Kali Progo wilayah Minggir, Sleman disayangkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Pasalnya tercantum di Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) bahwa warga yang berupaya menjaga lingkungan dari kerusakan akibat penambangan dijamin keamanannya oleh polisi.

"Pihak yang berwenang (polisi) ini tidak memperhatikan pasal-pasal anti slap di dalam UU Lingkungan Hidup. Dimana di pasal 66 UU PPLH disebutkan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan dengan iktikad baik agar lingkungan menjadi baik dan sehat, tidak dapat dituntut pidana atau perdata," kata Staf Advokasi LBH Yogyakarta, Budi Hermawan 

Nyatanya, Polisi masih abai terhadap pasal tersebut. Sehingga LBH Yogyakarta akan membentuk forum pengacara bersama dari organisasi bantuan hukum yang diikuti oleh Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP).

"Kami ingin polisi menghargai Pasal 66 UU PPLH itu lebih ditegakkan. Kami akan kawal bersama dengan pengacara yang ada di Jogja," ujar Budi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak