SuaraJogja.id - Aktivitas tambang batu ilegal di Padukuhan Plosodoyong, Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari akhirnya dihentikan pihak kepolisian. Tak hanya dianggap ilegal namun, aktivitas tersebut juga telah merusak lingkungan sekitar dan mengganggu aktivitas warga setempat.
Anehnya, aktivitas penambangan batu ilegal ini justru menggunakan alat berat excavator yang diduga milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR). Selain telah menghentikan aktivitas penambangan, polisi juga menyita alat berat tersebut.
Berdasarkan pantauan di lapangan tambang yang diduga ilegal itu berada tak jauh dari bantaran Kali Oya. Dari keterangan warga sekitar, aktivitas penambangan diperkirakan sudah lebih dari satu tahun yang lalu. Warga sendiri tidak mengetahui apakah tambang tersebut legal ataupun ilegal.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, mengaku apabila tambang tersebut tak hanya merusak tetapi juga menyebabkan aktivitas warga sekitar terganggu.
Baca Juga:27 Objek Wisata di Gunungkidul yang Mulai Dibuka Seiring Penurunan Status PPKM ke Level 2
"Kami itu enggan untuk menegur karena takut. Dulu itu jalan ini di cor rabat. Setelah ada penambahan ini ya jadi rusak semua. Apalagi kalau pas lagi banyak mobil keluar masuk saya nggak bisa aktivitas di luar rumah, debunya banyak sekali," ujarnya.
Lebih lanjut, awalnya aktivitas tambang tersebut sempat ada penolakan dari pemuda sekitar. Namun sehari setelahnya jalan yang mulanya dipasangi portal kemudian kembali dibuka. Pasalnya ada tokoh masyarakat yang ikut terlibat dalam tambang tersebut.
Polisi sendiri saat ini masih terus mengembangkan dugaan aktivitas tambang liar di Kalurahan Ngalang tersebut. Polisi bahkan menetapkan satu orang tersangka yaitu Sb (pemilik tambang). Polisi juga memeriksa sejumlah Aparatur Sipil Negara DPUPR Kawasan Pemukiman Kabupaten Gunungkidul.
Kepala Unit Pidana Khusus, Satuan Reserse Kriminal Polres Gunungkidul, Ipda Ibnu Ali menerangkan, setelah melakukan pemeriksaan lebih dari 24 jam, pemilik dugaan tambang liar, Sb ditetapkan sebagai tersangka. Meski sudah menjadi tersangka namun begitu, polisi tak melakukan penahanan.
Ibnu mengaku saat ini masih melakukan pendalaman termasuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dalam aktivitas penambangan liar. Sb sebagai tersangka, ia juga memintai keterangan dua ASN salah satu OPD sebagai saksi.
Baca Juga:Viral, Sopir Travel Kena Pungli Saat Lewati Jalur Tikus Menuju ke Pantai Gunungkidul
"Keduanya merupakan operator backhoe yang digunakan untuk memeratakan lahan dan juga Plt Kepala UPT yang membidangi persewaan alat berat,"terangnya, Kamis (21/10/2021).
Ibnu menambahkan pihaknya belum melakukan penahanan, karena tersangka dan saksi yang mereka mintai keterangan cukup koorperatif. Hingga kini pihaknya masih mendalami kaitannya dengan perizinannya alat berat backhoe yang mereka amankan di Mapolres sebagai barang bukti.
Terpisah, Sekretaris DPUPRKP Gunungkidul, Jatmiko Sutopo mengaku kecolongan dengan aktivitas alat berat backhoe milik DPUPRKP tersebut. Ia juga mengakui dua saksi yang diperiksa polisi adalah stafnya yang merupakan Ft dan Sl.
"Ft adalah Plt Kepala UPT Alat Berat, sedangkan Sl merupakan operator backhoe yang selama tujuh bulan lebih menghancurkan lahan 5.000 meter persegi di Kalurahan Ngalang tersebut,"ujar dia.
Menurutnya, pihanya hanya menyetujui adanya permohonan izin untuk menyewa alat berat karena memang diperbolehkan sesuai dengan Perda. Ia beralasan memberikan izin karena alasannya untuk perataan lahan. Untuk nilai sewa sendiri per jam Rp160.000.
"Jumlah tersebut belum termasuk ongkos BBM, operator, dan mobilisasi backhoe dari kantor UPT hingga lokasi sewa. Nah, masalahnya juga belum dibayar semua masih terhutang, ini baru dihitung berapa jumlah yang masih dihutang," ujarnya.
Kontributor : Julianto