SuaraJogja.id - Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja baik secara part time atau full time rawan menjadi korban kekerasan fisik oleh majikannya. Di DIY sendiri sedikitnya ada 3 kasus yang terjadi sejak 2019-2021.
Wakil Ketua Serikat Tunas Mulya Yogyakarta Yuli Maheni menuturkan, tiga kasus tersebut merupakan PRT yang mendapat kekerasan fisik.
"Kalau 2019-2021, itu ada 3, itu yang di Jogja," kata Eni, sapaan akrabnya, saat aksi pembuatan mural di Jembatan Kewek, Kota Jogja, Rabu (15/12/2021).
Ia mengatakan bahwa tak hanya PRT yang rawan mendapat kekerasan. Keluarganya pun juga bisa menjadi korban.
Baca Juga:Jaringan Masyarakat Sipil Kirim Surat Terbuka untuk Airlangga Hartarto, Ini Isinya
Seperti yang terjadi pada 2018 lalu. Menurut Eni, anak dari seorang PRT mendapatkan penyiksaan dengan cara digiling di mesin cuci oleh majikannya sendiri.
"Kasusnya baru, jadi karena majikannya kesal dengan si PRT ini, dilampiaskan ke anak PRT dan digiling di mesin cuci. Kasus itu sudah kami advokasi dan ditangani Polda DIY," kata dia.
Tidak hanya kasus kekerasan, kasus kecil seperti dikeluarkan oleh majikan, lalu upah pembayaran yang tidak seusai juga kerap dialami PRT.
"Maka dari itu memang isu kekerasan dan keadilan serta keselamatan kerja PRT ini harus jadi perhatian negara. Sejak 2004 kami sudah mengajukan ke DPR, tapi 17 tahun hanya digantungkan tanpa ada kepastian pembahasan atau tindaklanjutnya," kata dia.
Eni menganggap bahwa momentum kekerasan seksual yang akhir-akhir ini terjadi juga perlu menjadi perhatian pemerintah yang juga dialami PRT, sehingga PRT bekerja lebih nyaman karena ada kepastian hukum.
Baca Juga:Menteri PPPA Minta Pemda Tangani Kasus Kekerasan Seksual Secara Komprehensif
"Kami berharap agar RUU Perlindungan PRT ini bisa segera disahkan dengan momen kekerasan yang terjadi saat ini. Memang kekerasan seksual yang menjadi sorotan saat ini dan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang didahulukan, namun setidaknya kami juga bisa diperhatikan," terang dia.
Upaya para PRT ditunjukkan dengan menggelar sejumlah aksi berupa pembuatan mural dan juga menggantung peralatan PRT di Jembatan Kewek, Kota Jogja. Tak hanya itu, mereka juga mengenakan kain serbet untuk menutup kepalanya sebagai simbol.
"Kami berupaya dengan cara lain dengan bekerjasama rekan art mural. Kami nanti juga membuat tulisan dan gambar keresahan PRT selama ini," ujar Eni.