Selain Kepadatan Penduduk, Pengamat Sebut Pemusatan Jadi Alasan Perlunya Pemindahan IKN

Gaffar menyebutkan, ada dua macam pemusatan yang perlu menjadi perhatian.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 01 Maret 2022 | 20:47 WIB
Selain Kepadatan Penduduk, Pengamat Sebut Pemusatan Jadi Alasan Perlunya Pemindahan IKN
Desain Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, ibu kota negara baru (instagram.com/nyoman_nuarta)

SuaraJogja.id - Jakarta dianggap tidak lagi ideal sebagai Ibu Kota Negara (IKN) sehingga harus dipindah ke tempat lain. Sejauh ini Kalimantan Timur menjadi tempat yang sudah diproyeksikan sebagai IKN baru.

Namun sebenarnya persoalan apa yang kemudian mendasari Jakarta itu dianggap tidak layak sebagai IKN sehingga harus dipindahkan?

Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Abdul Gaffar Karim menyebut bahwa selain dari masalah kepadatan penduduk. Problema lain yang dihadapi Jakarta sehingga pemindahan IKN harus dilakukan adalah pemusatan.

"Bagi saya persoalan DKI yang menyebabkan ini menjadi rumit karena problema pemusatan. Ini persoalannya karena semua-semua berada di Jakarta," kata Gaffar dalam diskusi publik 'Pindah IKN di Mata Cendekiawan Jogja' secara daring, Selasa (1/3/2022).

Baca Juga:Ketua ICMI DIY Nilai Pemindahan IKN Harus Dilakukan: Tapi Tidak Sekarang

Gaffar merinci pemusatan itu dimulai dari pemerintahan yang memang ada di Jakarta, lalu ada sektor bisnis dan ekonomi yang juga berpusat di sana. Ditambah pula kebudayaan yang turut berpusat di Jakarta.

"Pendidikan juga maunya dipusatkan di Jakarta untung Jogja memegang erat-erat ini hak sebagai kota pendidikan, sehingga tidak pernah bisa diambil oleh Jakarta, kita tetap menjadi kota pendidikan," ucapnya.

"Bahkan NU dan Muhammadiyah pun ngantornya di sana padahal berdirinya tidak di sana. Jadi semua akhirnya berkumpul di Jakarta. Itulah persoalan politiknya menurut saya, nafsu dari pemerintah kita untuk memusatkan," sambungnya.

Gaffar menyebutkan, ada dua macam pemusatan yang perlu menjadi perhatian. Pertama adalah pemusatan vertikal, yaitu kuasa yang sangat besar di pemerintah pusat sehingga di daerah tidak banyak kuasa.

Dalam kondisi ini kendali, yang sangat besar terhadap uang berada di pemerintah pusat, sehingga daerah tidak cukup besar pengaruhnya.

Baca Juga:Bambang Susantono Calon Kuat Kepala Otorita IKN, Cocok?

"Ini memang kemudian diubah dalam setelah undang-undang otonomi daerah diterapkan akan tetapi logic pusat yang memusatkan semua di tangannya itu membuat Jakarta juga kelelahan sebagai pusat karena tidak terbagi," ungkapnya.

Kedua, ada pula pemusatan horizontal di Jakarta yaitu ketika semua sektor berpusat di sana. Walaupun kata Gaffar, pemerintahan memang perlu berada di sana sebab sebagai ibu kota negara namun tidak untuk sektor yang lain.

Namun apa boleh buat bahwa pada akhirnya semua sektor itu tetap dibawa ke Jakarta. Termasuk, yang disayangkan adalah kepindahan NU dan Muhammadiyah yang turut berkantor ibu kota sekarang.

"Kehilanganlah basis sosial sebenarnya. Lalu orientasi berpikir NU dan Muhammadiyah jadi sama-sama politik nasional tidak lagi cukup punya energi untuk politik yang menyebar. Jadi semua kemudian berpusat ke Jakarta," ucapnya.

"Oleh karena itu kalau saya ditanya apa persoalannya secara politik, menurut itu lah persoalan utamanya yaitu bahwa ibu kota negara kita menjadi piring tempat ditumpahkannya ambisi-ambisi pemusatan oleh penguasa negara kita," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak