SuaraJogja.id - Kasus kepemilikan pabrik narkoba di Sonopakis Kapanewon Kasihan Kabupaten Bantul telah disidangkan. Persidangan sendiri berlangsung terpisah-pisah ada yang di Bantul dan beberapa kota lain tergantung lokasi terdakwa.
Hari Senin (7/3/2022) ini, sidang dengan 3 terdakwa masing-masing L Sutanto kuncoro alias Dawud, Joko Slamet Riyadi Widodo dan Wisnu Zulan Adi Purwanto diselenggarakan di Pengadilan Negeri (PN) Bantul. Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Aminnudin dengan Jaksa Penuntut Umum Sulisyadi dan kawan-kawan.
Tiga terdakwa merupakan pekerja pabrik narkoba terbesar di Indonesia. Mereka yang memproduksi ratusan obat yang masuk dalam daftar G di Kasihan Bantul dan juga Sleman. Dalam sidang ini mereka didampingi dua orang pengacara.
Sidang kali ini mendengarkan keterangan para saksi yang didatangkan pihak jaksa penuntut umum. Salah satu yang dihadirkan adalah Fransiscua Tandiyono (51) warga Pontianak, saksi ahli Irwanto dari BPOM Pusat. Saksi anggota Polda Bali I Putu Agus sidang secara online dan seorang lagi saksi di Samarinda yang urung dimintai keterangan karena tidak bisa dihubungi.
Baca Juga:Tempat Pembuatan Obat Ilegal di Cibinong Digerebek Polisi, Sehari Bisa Hasilkan 30.000 Butir
Saksi pertama yang dimintai keterangan adalah Fransiscus Tandiyono (51) warga Pontianak yang berdomisili di Mangga Besar Jakarta. Dalam sidang tersebut terungkap Tandiyono adalah terdakwa 2 kasus ini. Lelaki ini adalah orang yang dipakai rekeningnya untuk menampung hasil kejahatan pabrik obat terlarang tersebut.
Ketika dicecar pertanyaan oleh Ketua Majelis Hakim Aminnudin, Tandiyono mengaku hanya dipanggil oleh Sutjipto (otak komplotan) untuk datang ke Bandung menemui Fransisca dan juga Erni, keduanya adalah tersangka operator jaringan barang haram ini.
Tandiyono mengaku saat itu ia menemui Sutjipto untuk meminta pekerjaan. Karena ia tidak bisa lagi berjudi di Macau China karena pandemi Covid19. Dia dan Sutjipto sudah kenal cukup lama hampir 20 tahun namun jarang bertemu.
"Saya mantan Pejudi di Macau. Saya menghungi pak Sutjipto karena butuh pekerjaan," ujar dia di depan majelis hakim, Senin.
Oleh Sutjipto, Tandiyono lantas diminta datang ke Bandung menemui Fransisca dan Erni. Ia mengaku sebelumnya tidak mengenal kedua wanita karyawan Sutjipto tersebut. Berbekal nomor telepon, Tandiyono lantas menemui kedua wanita itu di Kantor Cabang BCA di jalan Soekarno Hatta Bandung.
Baca Juga:Pabrik Obat Terlarang Terbesar Ada di Wilayahnya, Kapolres Bantul: Kami Kecolongan
"Disuruh buka rekening giro atas nama saya. Tetapi buku rekening dan ATM dibawa Erni," ungkap dia.
Di depan majelis hakim, ia mengaku tidak mengetahui alasan buka rekening dan buku serta ATM dibawa oleh orang lain. Namun karena buka rekening dengan namanya tersebut, ia mendapat gaji dan tunjangan cukup besar dari Sutjipto setiap bulannya.
Tandiyono mengaku setiap bulan ia mendapat gaji serta tunjangan sekitar Rp25 juta. Dan setiap bulan 2-4 kali ia diminta kembali ke Bandung untuk pencairan uang rekening giro tersebut. Kendati demikian, ia tidak mengetahui berapa jumlah uang yang dicairkan.
"Saya hanya tanda tangan cek kosong. Tanda tangannya tidak di teller tetapi di belakang," ujar dia.
Meskipun saat membuka rekening ia mendaftarkan nomor handphonenya untuk M Banking, tetapi lelaki yang merupakan penjudi di Macau ini mengaku tak mengetahui aliran dana di rekeningnya. Karena ia tidak pernah mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan transaksi melalui nomor handphonenya.
Setahun lebih atau sejak akhir 2020 hingga akhir 2021 ia bolak-balik Jakarta Bandung untuk mencairkan uang perusahaan Sutjipto. Hingga dua hari sebelum dirinya ditangkap, ia diminta Sutjipto untuk menemui Fransisca dan Erni di Jakarta di kawasan Blok M.
"Saya diminta menutup rekening. Tetapi sebelum itu, kami ambil uang di Kantor BCA di kawasan Blok M. Itu ada yang transfer dan cash kayaknya. Saya tidak tahu jumlahnya karena saya hanya tanda tangan cek kosong," ungkapnya.
Ketua Majelis Hakim Aminnudin lantas menjelaskan peran Tandiyono kepada tiga terdakwa yang disidang kali ini. Kepada ketiga terdakwa, Aminnudin menyebut Tandiyono membuka rekening untuk menampung uang hasil kejahatan mereka. Sebelumnya, rekening yang digunakan adalah milik Joko, salah satu terdakwa.
"Nah akhir 2020 Joko mengundurkan diri agar rekeningnya tidak digunakan. Dia mundur karena curiga. Digantikan Tandiyono ini," papar Aminnudin kepada tiga terdakwa.
Meskipun Tandiyono sebenarnya bisa mencairkan uang di Jakarta namun komplotan ini selalu melakukannya di Bandung. Tentu alasannya agar bisnis mereka tidak terungkap.
Saat ini Tandiyono berstatus tersangka 2 dan setiap dua minggu sekali ia wajib lapor ke Mapolda Metro Jaya. Dalam kasus ini ada 7 tersangka Sutjipto, Fransisca, Erni, Tandiyono, Dawud, Joko dan Wisnu.
Akhir September 2021 lalu, Pabrik narkoba terbesar digrebek oleh Ditnarkoba Polri berada Sonopakis Kapanewon Kasihan Kabupaten Bantul. Gudang tersebut berada di kawasan ramai penduduk karena dekat dengan kampus Universitas PGRI Yogyakarta, PUKJ dan pemukiman.
Kala itu, Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto mengungkapkan pabrik tersebut sudah beroperasi sejak 2018. Setiap hari dua pabrik baik di Kapanewon Kasihan Bantul dan Gamping Sleman menghasilkan 2 juta butir, maka omsetnya mencapai Rp2 miliar setiap harinya.
Kontributor : Julianto