SuaraJogja.id - Dua jeriken berukuran lima liter ditentengnya menuju tempat pembelian minyak goreng (migor) curah di salah satu distributor Jalan Bantul, Kelurahan Suryodiningratan, Kemantren Mantrijeron, Kota Jogja, Jumat (1/4/2022).
Ditemani seorang cucunya, wanita 62 tahun ini menunggu sekitar 100 meter dari tempat pendistribusian minyak goreng tersebut.
Sayang, ketika mendekat, pekerja di lokasi itu memberitahu bahwa stok migor curah habis. Pekerja juga menempel pengumuman bahwa migor curah kosong untuk beberapa waktu ke depan.
"Saya menunggu sekitar 15 menit. Saya kira ada minyaknya, setelah tanya ke petugas itu malah kosong. Padahal harus jualan gorengan juga hari ini," terang Ngatilah, wanita yang sejak pukul 09.30 WIB ini datang lebih awal untuk mendapatkan migor curah.
Baca Juga:Harga Minyak Goreng Malaysia Lebih Murah, Ini Perbandingan dengan Indonesia
Binar matanya sedikit kecewa lantaran tak mendapat minyak goreng. Kendati begitu dirinya berencana mencari di lokasi lain yang menjual minyak goreng curah di wilayah DI Yogyakarta.
Ngatilah, wanita yang setiap hari menggantungkan hidup dengan berjualan gorengan ini merupakan satu dari sekian masyarakat yang tidak lepas dari minyak goreng. Tanpa itu, warga Bantul ini tak tahu harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara apalagi.
Lebih kurang 20 tahun berjualan, Ngatilah cukup nyaman dengan aktivitas di usia senjanya. Munculnya kelangkaan minyak pada Februari 2022 lalu, menjadi rasa gundah yang tak kunjung usai.
"Wah susah mencarinya sekarang (migor curah). Kalau mau pakai migor kemasan harganya tidak cocok. Bahkan saya bisa rugi kalau pakai minyak kemasan karena harganya mahal," kata dia ditenui suarajogja.id, Jumat.
Ngatilah, sehari-hari menjual gorengan di Pasar Telo Karangkajen, Kota Jogja. Sebelum minyak curah langka dan mahal, dia menjual satu gorengan seharga Rp650.
Baca Juga:3 Kriteria Penerima yang Layak Dapat BLT Minyak Goreng Rp 300 Ribu dari Jokowi
Kenaikan harga migor curah yang per liter mencapai Rp18 ribu, harus dibarengi senang menaikkan harga menjadi Rp1.000 per biji.
Bukan tanpa alasan dirinya menaikkan harga tersebut. Sebab harga migor naik, selain itu bahan baku gorengan juga mengalami kenaikan harga.
Seperti tepung terigu yang sebelumnya hanya Rp8.500, saat ini mencapai Rp9.000. Hal itu dia rasakan selama satu bulan belakangan.
"Selain menaikkan harga, kadang juga memperkecil gorengan. Kalau jualan kan pasti harus dapat untung sedikit ya. Makanya dibuat seperti itu," kata Ngatilah.
Imbasnya, tak jarang dia diprotes oleh pelanggan ketika menjual dengan harga Rp1.000 per biji. Ia juga mengaku pembelinya mulai berkurang.
Tapi dirinya bersyukur, masih ada pelanggan pasar yang membeli karena paham dengan situasi saat ini.
Butuh sekitar 1 jam untuk mengantre mendapatkan migor curah di situasi sekrang. Dalam sehari, Ngatilah menghabiskan sekitar 7 liter migor curah untuk gorengannya.
"Karena minyak goreng curah mahal dan dibatasi, jadi saya bawa jeriken lima liter. Lalu nanti bapak juga bawa lima liter. Totalnya ya 10 liter. Setiap hari harus dapat kan untuk jualan juga," katanya.
Tak jarang Ngatilah harus libur berjualan karena minyak goreng kosong. Hal itu juga menjadi kekhawatiran dia karena harus memenuhi kebutuhan dia dan suaminya.
Jika ada sedikit minyak yang tersisa, Ngatilah hanya jualan seadanya. Ia berharap kelangkaan migor curah ini tidak berlangsung lama, pasalnya jika harus mengalami kondisi seperti ini, Ngatilah tak tahu harus berbuat apa lagi untuk memenuhi kebutuhan dia.
Terpisah, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menjelaskan kelangkaan migor curah di Kota Jogja ini salah satunya karena jumlah kiriman hanya 50 persen dari pemasok.
"Kalau di Jogja ada 2 distributor, di sini (Mantrijeron) dan di Kotagede. Nah sepanjang yang kita dapatkan laporannya memang sebenarnya sejak Januari 2022 itu Jogja mendapat alokasi distribusi hanya 50 persen dari biasanya," kata dia di sela pemantauan ketersediaan migor curah di distributor Jalan Bantul, Mantrijeron, Kota Jogja.
Ia mengatakan pada Desember 2021 lalu, pengiriman migor curah ke kedua distributor itu cukup lancar. Namun pada Januari 2022 hanya 50 persen saja.
"Di distributor ini total pengiriman itu 54 ton. Tapi saat ini hanya 27 ton saja," ujat Heroe.
Dirinya juga merinci pembagian sasaran migor curah di Jogja. Dimana 10 persen untuk kepentingan masyarakat, 30 persen pengecer, sedangkan 60 persen untuk kepentingan UMKM.
Heroe belum mengetahui pasti mengapa migor curah di Jogja hanya diberi jatah 50 persen. Ia meminta Dinas Perdagangan (Disdag) Jogja untuk mencari tahu persoalan ini.
"Masalahnya kok kenapa dapatnya separo?, nah ini saya minta jadi perhatian, karena di Jogja, kota hanya ada dua distributor. Tapi kalau DIY distributornya banyak. Kalau melihat dari laporan distributor itu juga mengambil dari kabupaten lain. Saya tidak tahu apakah di kabupaten lain juga mengalami penurunan kiriman seperti di Jogja atau tidak," kata dia.
Heroe memberikan solusi terhadap kondisi minyak langka ini. Nantinya saat distributor telah mendapat kiriman minyak goreng curah, pihaknya langsung mendistribusikan ke pengecer dan juga menggelar operasi migor curah di pasar-pasar.
"Biasanya setiap 10 hari ini dikirim. Ya kita harap ke depan ada tambahan alokasi, saya minta nanti kemendag menyiapkan agar stok yang sudah berjalan sejak 2021 itu kembali," terang dia.