SuaraJogja.id - Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan kasus pelanggaran etik. Saat ini proses pemeriksaan dari Dewas masih terus berlangsung.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman meminta Dewas tidak lagi memberikan sanksi lembek kepada Lili seperti kasus sebelumnya saat Lili menjalin komunikasi dengan pihak yang terperkara di kasus Tanjungbalai.
"Saya berharap bahwa Dewas harus menjaga dan menegakkan kode etik KPK, dengan prinsip standar zero tolerance," ujar Zaenur saat dikonfirmasi awak media, Rabu (20/4/2022).
Zaenur menilai bahwa perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan Lili Pintauli tersebut membawa dampak kerugian yang luas. Tidak hanya membuat nama KPK yang menjadi cemar, kehilangan kewibawaan hingga kehilangan kepercayaan publik tapi juga sudah merugikan nama negara Indonesia.
Baca Juga:Soal Laporan AS Terkait Lili Pintauli, Pukat UGM: Memalukan dan Coreng Nama Indonesia
Disampaikan Zaenur, jika mengacu pada Peraturan Dewas tahun 2020 tepatnya pasal 9 ayat 3 huruf c, klasifikasi dampak kerugian terhadap negara tersebut adalah termasuk dalam kategori pelanggaran berat.
"Kerugian negara itu tidak selalu berupa kerugian materi, uang, tidak, tetapi misalnya kerugian negara itu nama Indonesia menjadi cemar itu sudah merugikan negara," ujarnya.
Belum lagi kasus tersebut dapat menghambat negara dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Semisal ketika melakukan sosialisasi anti gratifikasi.
"Kalau pimpinan KPK-nya sendiri tidak paham apa itu gratifikasi dan melakukan perbuatan yang diduga melanggar aturan-aturan gratifikasi ya itu merugikan Indonesia," tuturnya.
"Jadi ke depan ketika mengadili Lili kalau memang Lili terbukti menerima gratifikasi dalam kasus gelaran MotoGP Mandalika, saya berharap dewas menjatuhkan sanksi meminta kepada Lili Pintauli Siregar untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK karena telah melakukan pelanggaran berat," paparnya.
Baca Juga:Dewas KPK Tegaskan Tidak Menutup-nutupi Dugaan Kasus Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
Namun jika Dewas tidak memandang kondisi itu sebagai kerugian Indonesia maka sanksi yang dijatuhkan kepada Lili pun hanya akan ringan atau maksimal sedang. Padahal kalau memang nanti sampai terbukti lagi melakukan pelanggaran etik akan semakin memperparah kerusakan citra Indonesia di mata dunia.
Terlebih dengan kepercayaan publik yang tergerus kepada tidak hanya KPK tapi juga Dewas itu sendiri. Mengingat seorang pimpinan KPK tidak memahami nilai dasar integritas dan itu merupakan bentuk pelanggaran etik.
"Jadi itu cara membaca perbuatan Lili ya. Tetapi itu semua tergantung kepada kemampuan Dewas untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar di dalam dugaan penerimaan gratifikasi di gelaran MotoGP," urainya
"Ya kalau misalnya nanti terbukti tapi Lili tetep disanksi sedang ya saya pikir dewas tidak akan mendapat kepercayaan publik lagi. Saya ragu ke depan publik akan lapor adanya dugaan pelanggaran etik kepada dewas. Karena ternyata dewas ini sangat lembek. Kinerja dewas selama ini sangat mengecewakan, tidak menerapkan prinsip zero tolerance di internal KPK," sambungnya.
Memang, kata Zaenur semua tergantung kepada pembuktian itu sendiri. Namun dengan nama-nama besar yang ada di Dewas seharusnya penegakan kode etik di internal KPK berdasarkan zero tolerance harus dilakukan.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tidak pernah menutup-nutupi kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang kini tengah bergulir.
Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK setelah diduga mendapat sejumlah fasilitas mewah. Diduga fasilitas tersebut diterima Lili berupa nonton MotoGP Mandalika serta penginapan di Lombok.
Hingga kini, Dewas KPK masih memproses dugaan pelanggaran etik tersebut, dengan melakukan klarifikasi memanggil sejumlah pihak-pihak terkait.
"Tidak ada yg ditutup-tutupi. Saat ini Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ibu LPS (Lili PIntauli Siregar)," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi, Senin (18/4/2022).