SuaraJogja.id - Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya mengawali rencana pembangunan Kawasan Kerohanian UGM. Hal itu ditandai dengan peletakan baru pertama pembangunan fasilitas kerohanian UGM itu pada Sabtu (21/5/2022).
Diketahui niatan UGM untuk mendirikan kawasan kerohanian itu sudah dimiliki cukup lama. Kawasan yang disebut bakal menjadi bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila itu bahkan juga telah masuk ke dalam master plan pembangunan UGM 2017-2022 oleh Rektor UGM yang akan segera digantikan saat ini Panut Mulyono.
"Karena memang kenyataannya warga UGM itu beragam dari sisi keyakinan. Muslim jelas banyak dan sudah banyak musala, masjid ada dua besar-besar. Nah itu (agama) yang lain belum ada (tempat ibadah) maka kita bangun ini (kawasan kerohanian)," kata Panut kepada awak media, Sabtu (21/5/2022).
Panut membeberkan bahwa prinsip dari kawasan kerohanian UGM ini sebagai sebuah implementasi atau realisasi dari nilai-nilai dan jati diri UGM. Mengingat keberadaan UGM sebagai salah satu perguruan tinggi nasional juga, universitas perjuangan, Pancasila, kerakyatan hingga pusat kebudayaan.
Baca Juga:Wapres Maruf Kunjungi Konawe Utara Untuk Peletakan Batu Pertama Kawasan Industri
Sejak dulu pun sebenarnya, kata Panut, mahasiswa di UGM sudah selalu dididik untuk hidup bersama dalam keberagaman. Sekaligus memupuk jiwa nasionalisme hingga saling menghormati antar perbedaan yang ada.
"Nah untuk lebih menguatkan lagi maka pengajaran itu tidak hanya melalui cerita-cerita atau tayangan-tayangan, contoh abstrak saja tapi coba kita bumikan dalam bentuk ini, tempat untuk peribadatan, tempat kerohanian," ungkapnya.
Ia menjelaskan kawasan kerohanian UGM itu dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 6.700 meter persegi di kompleks perumahan sekip. Nantinya di sana akan dibangun lima tempat peribadatan dari berbagai agama, di antaranya Katolik, Kristen, Konghucu, Budha, serta Hindu.
"Luasnya sekitar 6.700 meter persegi terdiri atas 5 (agama) karena masjid sudah ada di luar, sudah ada masjid yang representatif dan musala di masing-masing fakultas juga ada. Sehingga yang muslim tidak dibangun di sini," tuturnya.
Selain akan dimanfaatkan sebagai tempat peribadatan.Di kawasan tersebut, mahasiswa juga dapat berinteraksi dan berdiskusi secara terbuka tentang apapun.
Ia mengakui memang dengan keterbatasan yang ada tempat-tempat ibadah itu akan sulit untuk bisa mengakomodir peserta dalam jumlah yang besar. Namun setidaknya hadirnya kawasan kerohanian UGM ini nanti dapat menjadi sebuah simbol keberagaman tersendiri.
"Setidaknya adalah memberikan simbol, pengakuan, melatih untuk menghargai keberagaman. Nanti di kawasan ini akan saling ketemu mahasiswa dari berbagai agama, berdiskusi. Sehingga harapannya mereka semakin memahami terkait dengan bangsa yang plural dan masing-masing dihargai, harus saling menghormati untuk mencapai kemajuan itu," tandasnya.