Pedofil Asal Klaten Gabung di Grup WhatsApp dan Facebook, Polisi Temukan Ribuan Video dan Foto Anak-Anak

Roberto Pasaribu menyebutkan, pihaknya menemukan 10 grup percakapan di WhatsApp.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 11 Juli 2022 | 21:42 WIB
Pedofil Asal Klaten Gabung di Grup WhatsApp dan Facebook, Polisi Temukan Ribuan Video dan Foto Anak-Anak
Ungkap kasus kejahatan terhadap anak, eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan media sosial, di Mapolda DIY, Senin (11/7/2022). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Pria berinisial FAS (27) diamankan polisi setelah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap anak. Ia dicokok polisi setelah melakukan eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan media sosial.

Dari pengembangan informasi yang dilakukan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu menyebutkan, pihaknya menemukan 10 grup percakapan di WhatsApp. Selain itu, ada pula satu grup Facebook yang beranggotakan 91 ribu akun.

Tersangka diketahui sudah tergabung dalam beberapa grup di media sosial tersebut. Grup-grup itu berisi nomor-nomor yang memang dipersiapkan sebagai target yang adalah korban anak-anak.

"Pengembangan informasi, dari barang bukti digital yang kami terima yang kami sita di lapangan terkait tersangka FAS kami menemukan 10 grup percakapan WA grup, rata-rata WA grupnya mencapai 250 anggota," kata Roberto kepada awak media di Mapolda DIY, Senin (11/7/2022).

Baca Juga:Periksa Psikologis Pedofil Asal Klaten, Polda DIY: Dia Sadar Melakukan Sebuah Kejahatan

Disampaikan Roberto, grup tersebut hanya berisi percakapan yang mengarah pada kejahatan seksual pada anak, termasuk juga berbagi video, foto, nomor telepon target korban, yang rata-rata semua usia anak.

"Ini harus kita mengerti bahwa begitu berbahayanya sosial media pada sekarang. Bahkan yang lebih gilanya, ada satu akun Facebook beranggotakan 91 ribu member," ucapnya.

Ia mengatakan polisi masih melakukan analisis lebih jauh terkait dengan jaringan dalam grup tersebut, apakah juga melibatkan jaringan luar negeri atau tidak.

Dari grup-grup tersebut, polisi berhasil mengumpulkan 3.800 gambar yang berisi video dan foto. Saat ini pihaknya tengah coba melakukan dengan metode analisa wajah maupun juga gambar dengan tools yang ada.

"Saat ini ada 60 gambar yang merupakan produksi baru, belum pernah beredar dan korbannya adalah anak. Ini yang sekarang kami sedang melakukan target pengejaran anggota masih di lapangan," tuturnya.

Baca Juga:Beraksi Sejak Mei, Pelaku Pedofil Mengaku Teman Sebaya Guna Perdaya Para Korbannya

"Kita berharap ini bisa terungkap tuntas karena yang akan kita kejar ini adalah admin maupun orang yang men-sharing video itu pertama kali," sambungnya.

Roberto menuturkan jika dilihat dari deskripsi yang ada, akun grup facebook tersebut sudah dibuat sejak 7 tahun lalu. Namun pihaknya saat ini masih mengecek lebih jauh apakah akun tersebut riil atau tidak.

"Maksudnya begini, misalnya akun sudah ada semenjak tahun 2010, tapi tahun 2015 akun di-hacking terus diganti identitas tapi yang terlihat pertama akun Facebook tetap dibikin tahun 2010. Nah ini sedang didalami juga apakah ini riil grup apakah ini memang akun bekas yang dipakai aksi kejahatan ini," paparnya.

"Jadi kami tetap pada proses Scientific Crime Investigation. Kami tetap akan berdasarkan pengolahan data dan penangkapan data digital secara forensik," imbuhnya.

Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar dan menyangkut kesusilaan/ekploitasi seksual terhadap anak

Selain itu juga, diancam dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak