Masih Marak Temuan Praktik Jual-Beli Seragam dan Nebeng KK, Ombudsman RI DIY Sarankan Hal Ini

Ombudsman RI DIY beberapa kali menerima aduan terkait praktik jual beli seragam sekolah

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 28 September 2022 | 16:26 WIB
Masih Marak Temuan Praktik Jual-Beli Seragam dan Nebeng KK, Ombudsman RI DIY Sarankan Hal Ini
Ketua ORI DIY Budhi Masturi - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Praktik jual-beli seragam di lingkungan sekolah negeri masih sering ditemukan. Padahal sudah tertera dalam aturan bahwa praktik semacam itu tidak diperbolehkan sama sekali.

Guna mengantisipasi hal itu tak kembali terjadi, Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masturi memberikan sejumlah saran untuk perbaikan institusi pendidikan khususnya yang berada di DIY.

Mengingat praktik komersialisasi layanan pendidikan itu masih dianggap lumrah sampai saat ini. Tak hanya soal jual beli seragam, potensi menitipkan bangku kosong untuk peserta didik baru juga belum diperhatikan secara serius.

"Pertama kami memberikan saran kepada instansi terkait untuk perlunya evaluasi secara berkala terhadap juknis dan pelaksanaan PPDB," kata Budhi, Rabu (28/9/2022).

Baca Juga:ORI DIY Sebut Jual Beli Seragam Pada PPDB 2022 Bisa Mencapai Rp10 Miliar, Disdik Sleman: Tak Semua Sekolah Melakukan Itu

Kemudian kedua, Budhi mengimbau untuk meningkatkan sosialisasi maupun kampanye kepada masyarakat terkait dunia pendidikan saat ini. Hal tersebut guna mengubah pemikiran sekolah favorit pada satu lingkungan pendidikan tertentu.

Ketiga, harus segera menyusun regulasi daerah baik berbentuk perda, pergub, dan lain-lainnya. Bisa juga dengan melakukan revisi regulasi untuk lebih mengatur rangkaian penyelenggaraan PPDB dari mulai sebelum, saat pelaksaan, dan sesudah.

"Keempat bisa diberikan sanksi dan pembinaan kepada penyelenggara dan pelaksana layanan pendidikan sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran," tegasnya.

Ditambahkan Budhi, terakhir bisa menjadikan berbagai temuan tadi sebagai komponen penilaian akreditasi sekolah. Sehingga jika memang sekolah kedapatan melakukan praktik-praktik pelanggaran baik PPDB atau jual-beli seragam itu akreditasinya dapat terpengaruh.

Sebelumnya, Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya mengungkapkan bahwa modus peserta didik baru yang nebeng kartu keluarga itu sah-sah saja dilakukan. Dengan catatan bahwa siswa itu telah berada di zonasi yang ditentukan selama lebih kurang satu tahun.

Baca Juga:Buntut Loporan Wali Murid ke ORI DIY Soal Pungli di SMK, Oknum Guru Sindir Siswa Pindah Sekolah

Kebijakan tersebut, Kata Didik, sudah tertuang dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB. Selain itu ia memastikan bahwa sistem seleksi calon siswa juga telah berlaku secara ketat. 

Termasuk dengan menggunakan sistem pelacakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada yang bersangkutan. Hal itu dilakukan untuk lebih memastikan calon siswa telah berdomisili selama kurang lebih satu tahun dalam zonasi sekolah yang hendak dituju.

"Jadi dalam aturan Menteri ada, sebenarnya aturan Permendikbud itu bahwa anak tinggal di satu wilayah paling kurang 1 tahun, dan itu kemudian dinyatakan sesuai dengan NIK," ujar Didik, saat dihubungi Selasa (27/9/2022).

Selain modus menitipkan anak ke sanak saudara dalam PPDB, diketahui Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY belum lama mengungkap fenomena praktik jual-beli seragam sekolah di sekolah. Padahal dalam aturannya, sekolah sama sekali tak boleh menjual seragam kepada siswanya.

Namun laporan terkait hal itu masih saja terus didapati bahkan dengan modus baru. Dari temuan ORI DIY, ada sekolah yang sengaja mengundang pihak toko seragam untuk presentasi terkait pakaian sekolah di depan wali murid hingga memanfaatkan pembentukan Paguyuban Orang Tua siswa (POT).

Keuntungan dari praktik itu tak main-main mengingat ada selisih harga yang cukup tinggi. Per satu sekolah saja angka keuntungan penjualan seragam itu bisa menyentuh Rp30 juta.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menuturkan bahwa pihak yang terbukti melakukan praktik tersebut dapat dikenakan hukuman pidana terkait korupsi atau Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menang belum sampai merugikan negara sehingga luput dari Pasal 2 ayat dan Pasal 3 UU Tipikor. Tapi yang bisa digunakan itu pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor," kata Zaenur, dikonfirmasi awak media (27/9/2022).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak