SuaraJogja.id - Puluhan warga Kota Jogja mendatangi kantor DPRD Kota Yogyakarta pada Selasa (31/1/2023). Kedatangan puluhan warga itu menyusul keresahan mereka setelah tidak lagi masuk dalam sasaran Kartu Menuju Sejahtera (KMS).
Salah seorang perwakilan warga, Yogi Prasetyo menuturkan mereka khawatir dengan dicabutnya KMS itu anak-anaknya tak memiliki kesempatan lagi masuk ke sekolah negeri. Terlebih dengan melalui jalur afirmasi yang notabene perlu menggunakan syarat kepemilikan KMS.
"Kita ke sini karena masalah KMS yang dicabut. Kemudian juga permasalahan tolak ukur masuk sekolah negeri itu adalah KMS bukan DTKS. Sementara di sosialisasi 2023 disampaikan bahwa KMS 2023 tidak muncul. Jadi ketika Dinsos menyampaikan KMS ini tidak muncul tapi akhirnya muncul menjadi dilema," ujar Yogi kepada awak media seusai audiensi di DPRD Kota Yogyakarta, Selasa (31/1/2023).
Yogi menilai bahwa proses validasi KMS yang dilakukan Pemkot Jogja pada 2022 lalu tidak tepat sasaran dan terkesan tebang pilih. Hal itu didasari dari sejumlah laporan warga yang membutuhkan justru tak menerima KMS.
Baca Juga:Gunakan Dana Keistimewaan, Pemkot Jogja Segera Bangun Fasilitas di Taman Budaya Embung Giwangan
"Ya tebang pilih, sebab di laporan warga yang masuk ke kita itu ada yang memang benar-benar membutuhkan tetapi malah tidak mendapatkan KMS, ini sangat merugikan," tuturnya
Pria yang merupakan warga Wirogunan, Kemantren Mergangsan itu tak menampil pentingnya KMS bagi sejumlah warga. Termasuk dengan aturan kuota afirmasi yang diperlukan saat hendak masuk ke sekolah negeri.
Di aturan tertuang bahwa kuota afirmasi itu mengacu bukan pada KMS tapi pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Oleh sebab itu maka pencabutan KMS itu membuat mereka resah menyusul peluang anaknya masuk ke sekolah negeri semakin tipis.
"Beda dengan tahun kemarin, untuk non-KMS masih bisa mengurus JPD sama KJB. Sekarang tidak bisa lagi. Semua berdasar KMS. Itu yang kami perjuangkan, ya, supaya ada semacam kelonggaran," tegasnya.
Pihaknya mengaku belum mendapatkan hasil yang memuaskan dari audiensi kali ini. Terlebih dengan keinginan warga untuk menjadikan DTKS sebagai tolok ukur masuk ke sekolah negeri yang sudah dipastikan tak bisa direalisasikan.
"Kita kurang puas, sebenarnya yang kita inginkan adalah DTKS bisa menjadi tolak ukur masuk ke sekolah negeri tetapi ini belum bisa terealisasi," ucapnya.
"Harapan kita ketika yang tidak punya KMS tetapi punya DTKS itu bisa sama masuk ke sekolah negeri melalui jalur afirmasi, karena kalau KMS itu yang subsidi adalah kota sedangkan DTKS itu adalah kementerian sosial. Seharusnya lebih tinggi kementerian," paparnya.