SuaraJogja.id - Kota Yogyakarta tidak pernah kehabisan sejarah menarik dari setiap sudutnya. Salah satunya Masjid Sela yang berada di di Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta.
Masjid tua tersebut diketahui sudah dibangun pada era Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pertama atau Sri Sultan Hamengku Buwono I.
"Ya sejarahnya pada awalnya Masjid Sela itu dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama-sama dengan membangun Keraton dan membangun istilahnya Ndalem atau rumah tingal pangeran calon raja," kata Penjaga Masjid Sela, Sunarwiyadi ditemui, Selasa (28/3/2023).
Ia menuturkan bahwa Ndalem Kadipaten itu dibangun secara luas di area tersebut. Sebelum digunakan seperti sekarang masjid ini merupakan masjid pribadi milik keluarga pangeran saja.
"Masjid Sela ini aslinya untuk keluarga kerajaan itu. Rumah besar lalu bagian rumah itu ada masjid, khusus untuk keluarga. Kalau untuk umum, ada tempat masjid umum tidak jauh dari sini," terangnya.
Masjid Sela kemudian beralih fungsi digunakan oleh masyarakat umum pada tahun 1965 silam. Kendati sudah dibangun sejak 1789 silam, tempat ibadah di Kota Yogyakarta itu masih kokoh berdiri hingga saat ini.
"Pada tahun 1965 baru dibersihkan direhab untuk keperluan penduduk. Pengurus kampung mengajukan surat ke keraton meminta izin menggunakan tempat ini sebagai tempat ibadah," terangnya.
"Jawaban Keraton singkat, 'keno nganggo ora keno owah-owah' artinys boleh memakai tapi tidak boleh mengubah," imbuhnya.
Ia menerangkan bahwa bangunan utama dari masjid itu masih asli dari dulu. Hanya memang ada penambahan di sisi kanan dan kiri.
Baca Juga:Waduh! Jalan Nasional Yogyakarta-Semarang Tertutup Longsor, Begini Kondisinya
Jika samping kanan dan kiri dulunya merupakan kolam. Saat ini sudah diganti dengan menambah ruangan masjid tersebut sehingga dapat lebih banyak menampung jemaah.
"Sudah beberapa kali (pemugaran) yang jelas kanan kiri dulu enggak ada, lalu dibangun untuk memenuhi kebutuhan jemaah. Terutama salat jumat dan tawarih itu kan enggak cukup jadi ditambah," terangnya.
Ndalem tersebut disebut pernah mengalami sejumlah kerusakan akibat dari serangan tentara Inggris pada tahun 1812 M silam. Gempa dahsyat yang melanda Yogyakarta pada 2006 silam pun tak begitu banyak mengalami kerusakan.
Konon Masjid Sela yang seluruh bangunannya terbuat dari campuran spesi pasir, kapur dan semen merah membuatnya tetap kokoh berdiri.
Mengingat hasil campuran spesi tersebut menjadi keras seperti batu berwarna hitam. Oleh karena itu masjid diberi nama dari bahasa Jawa yaitu 'Sela' yang berarti batu.
Dari segi arsitektur sendiri, disampaikan Sunarwiyadi mirip dengan area Taman Sari. Dilihat dari ketebalan tembok hingga 70 centimeter, atap serta dan daun pintu yang rendah.
"Pintu tidak terlalu tinggi itu memang kalau zaman dulu filosofinya orang harus menunduk," ucapnya.
Masjid ini diketahui memiliki luas 6 x 8 meter pada bangunan inti dan dapat menampung diperkirakan hingga 30 jamaah. Sedangkan untuk bangunan tambahan bisa mencapai 150 jamaah.
Selama bulan ramadan tahun ini, Masjid Sela juga aktif menggelar berbagai kegiatan keagamaan. Mulai dari buka bersama, ceramah tiap sore hingga tarawih serta tadarus.