Harga Pasaran Gula Pasir Tak Menentu, Madukismo Terpaksa Pindah Jalur ke Pucamadu

Harga gula pasir yang diproduksi Madukismo beberapa waktu terakhir sebesar Rp 14.500 per kg. Namun di tingkat ritel bisa mencapai Rp 16.000 hingga Rp 19.000 per kg.

Galih Priatmojo
Kamis, 11 Juli 2024 | 21:35 WIB
Harga Pasaran Gula Pasir Tak Menentu, Madukismo Terpaksa Pindah Jalur ke Pucamadu
Pekerja tengah mengepak pupuk hayati Pucamadu yang dibuat Pabrik Gula Madukismo di Yogyakarta, Kamis (11/7/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Tidak menentunya harga gula pasir di pasaran membuat produksi gula lokal dari Pabrik Gula Madukismo saat ini mengalami penurunan. Ditambah kebijakan pemerintah dalam mengimpor gula disaat harga melambung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang akhirnya semakin merusak harga gula pasir lokal.

"Tidak menentunya harga gula pasir membuat kami akhirnya tak hanya memproduksi gula tapi juga produk lain sepeti pupuk hayati," ujar Kepala Unit Alkohol dan Pupuk PT Madu Baru yang mengelola Pabrik Gula Madukismo di Yogyakarta, Iwantoro Kamis (11/7/2024).

Dijelaskan Iwantoro, penurunan produksi gula sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Kalau dulu Madukismo bisa mengolah tebu minimal 4-5 juta kuintal atau sekitar 400-500 ton per tahun, sejak 2 atau 3 tahun terakhir hanya menghasilkan sekitar 300-320 ton per tahun atau turun 20 persen lebih.

Harga gula pasir yang diproduksi Madukismo beberapa waktu terakhir sebesar Rp 14.500 per kg. Namun di tingkat ritel bisa mencapai Rp 16.000 hingga Rp 19.000 per kg.

Baca Juga:Sebelum Meninggal, Maestro Djoko Pekik Sempat Alami Penurunan Kesadaran Saat Dibawa ke RS Panti Rapih

Namun tingginya harga gula pasir tersebut tak menaikkan produksi gula pasir di Madukismo. Sebab pemerintah lebih memilih opsi impor alih-alih meningkatkan produksi gula lokal di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

Karenanya Madukismo mencoba mengolah limbah olahan tebu menjadi pupuk organik hayati majemuk yang diberi nama Pucamadu. Pupuk ini bisa dimanfaatkan petani untuk menggemburkan tanah dan menaikkan pH tanah yang saat ini terlalu asam dan sulit untuk menumbuhkan tanaman pangan.

Pucamadu yang dihasilkan Madukismo per harinya bisa mencapai 21 ribu liter. Jumlah ini diperoleh dari limbah olahan tebu yang dibuat dalam tiga shift per harinya.

"Pabrik ini kan beroperasi 24 jam yang terbagi dalam tiga shift per harinya. Satu shift atau sekitar 8 jam kami bisa hasilkan sekitar 7 ribu liter pupuk hayati ini," jelasnya.

Pupuk yang diproduksi saat ini banyak dipasarkan di berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Sulawesi Selatan dan lainnya. Inovasi ini nampaknya cukup berhasil karena pada omzetnya bisa mencapai Rp 15 miliar.

Baca Juga:Angka Kriminalitas di DIY Menurun, Kapolda DIY Beberkan Penyebabnya

"Kami menjual pupuk ini sekitar Rp 72 ribu per liter saat ini," jelasnya.

Sementara formulator pupuk Pucamadu PT Madu Baru, Sigit Himawan mengungkapkan penggunaan Pucamadu bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia sekita 20 sampai 50 persen. Sekitar 1 hektar lahan hanya membutuhkan 5-6 liter Pucamadu.

"Jadi pemakaiannya 1:100, tergantung peruntukannya. Bisa untuk pola tanam atau lanjutan," paparnya.

Sigit menambahkan, pupuk tersebut merupakan hilirisasi limbah alkohol yang dihasilkan olahan tebu. Tak hanya menggemburkan tanah dan menaikkan pH tanah di lahan pertanian biasa, pupuk tersebut bisa mereklamasi lahan eks tambang, terutama nikel dan batu bara.

Karenanya beberapa waktu terakhir perwakilan dari Kementerian PUPR dan Ibu Kota Negara (IKN) melihat pembuatan pupuk dan mesin yang digunakan. Kedepan akan dijajaki kerjasama dengan IKN untuk menggemburkan lahan di kawasan tersebut.

" Ada dari PUPR dan IKN malah melihat mesin apa untuk karena butuh penggemburan tanah di IKN. Kan yang dibutuhkan dalam pembangunan IKN selain pembebasan lahan adalah ketersediaan logistik pertanian. IKN perlu memiliki lahan pertanian yang bagus untuk memenuhi kebutuhan setelah pada pindah kesana sehingga tidak perlu beli dari sulawesi," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak