SuaraJogja.id - Sejumlah warga di Gunungkidul mengeluh suhu udara cukup panas dalam 4 hari belakangan ini. Beberapa wilayah yang selama ini dikenal lebih dingin beberapa waktu lalu juga terasa panas. Hal ini memicu para peternak ayam pedaging dan petelur mengeluarkan biaya ekstra.
Salah satunya adalah di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran dan sekitarnya. Di kawasan ini, suhu udara biasanya sejuk karena berada di ketinggian. Pada siang hari biasanya suhu hanya berkisar 27-28 derajat celcius, namun sekarang berada bisa mencapai 32-34 derajat.
Erfan, warga Padukuhan Plumbungan, Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk ini contohmya. Dia mengaku jika dalam 4 hari terakhir berasa panas, saat di siang hari dia terpaksa harus menyalakan kipas angin untuk mengusir suhu panas.
"Kalau jam 10.00 WIB itu sudah mulai terasa panasnya. Sampai malam panas terus hawanya, jadi harus nyalain kipas angin," tutur dia Senin (30/9/2024).
Baca Juga:KPU Gunungkidul Tetapkan DPT Pilkada 2024 Sebanyak 612.421 Pemilih
Kondisi ini tentu juga dirasakan dampaknya oleh beberapa peternak ayam broiler di wilayah Patuk. Karena mereka harus menyalakan mesin penyedot lebih banyak untuk mengusir panas di dalam kandang. Akibatnya beban listrik yang dikeluarkan lebih besar.
"Biasanya pulsa token Rp500 ribu bisa habis 10 hari untuk ayam kecil. Ini habis 7 hari karena kipas blowernya lebih banyak yang nyala," kata Aris, peternak asal Patuk.
Suhu panas ini juga berdampak pada kesehatan ayam. Karena ayam jadi banyak mangap-mangap dan terjangkit penyakit 'cekrek' atau ngorok. Ayam jadi kurang untuk makan sehingga bobotnya tak bertambah sesuai harapan.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG DIY, Warjono menjelaskan saat ini wilayah DI Yogyakarta sedang memasuki musim peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, dimana awal musim hujan di DIY diprakirakan akan terjadi mulai dasarian II Oktober.
Pada saat memasuki masa peralihan ini keadaan cuaca cenderung "sumuk" ataupun "gerah", hal ini yang dirasakan oleh masyarakat akhir-akhir ini.
"Kondisi cuaca seperti ini merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim kemarau ke musim penghujan," ujar dia.
Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian potensi terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari.
Untuk wilayah DIY sendiri potensi hujan masih berpeluang di wilayah yang topografinya pegunungan seperti Sleman bagian utara, Kulon Progo bagian utara dan Gunungkidul bagian utara. Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi.
Beberapa faktor cuaca lain yang menyebabkan suhu yang cukup panas akibat dari pergerakan semu matahari, saat ini posisi matahari cenderung "dekat" di wilayah Belahan Bumi Selatan (BBS). Di mana posisi matahari sedang berada di sekitar Khatulistiwa dan bergerak ke selatan yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia di bagian selatan mengalami hal serupa dengan wilayah DIY.
"Tercatat suhu 3 harian si Stasiun Meteorologi Yogyakarta tertinggi 31.2C dan di Stasiun Klimatologi Sleman tertinggi 34.8C, tentu saja didaerah perkotaan yang mobilitasnya tinggi suhu yang dirasakan juga akan semakin tinggi," tambahnya.
Untuk itu masyarakat dihimbau untuk tetap menjaga kesehatan dengan perbanyak minum air putih dan buah-buahan dengan kondisi suhu yang cukup panas ini.
Kontributor : Julianto