SuaraJogja.id - Program penghapusan utang yang digulirkan pemerintahan Prabowo bagi UMKM, petani dan nelayan menjadi sorotan sejumlah pihak. Membutuhkan anggaran yang besar, program ini bisa saja tak efektif bila UMKM tidak bisa mengelola keuangan dalam usaha mereka.
"Salah satu masalah utama UMKM adalah pendanaan. Mereka yang kebanyakan tidak memiliki aset tetap, maka akhirnya berutang dimana-mana. Alternatif pinjaman akhirnya membuat UMKM membabi buta untuk berutang," papar Konsultan UMKM, Ardhi Setyo Putranto dalam diskusi buku 'MSME is Wonderful' di Yogyakarta, Minggu (17/11/2024).
Menurut Ardhi, UMKM sehat bisa memanfaatkan utang sebagai investasi produktif. Namun sebaliknya, UMKM yang tidak sehat, utang yang mereka punya justru jadi bumerang, apalagi bila digunakan untuk konsumtif.
Persoalan ini terjadi karena hingga saat ini banyak pelaku UMKM yang masih terjebak dalam pola keuangan konsumtif. Padahal sebenarnya mereka memiliki penghasilan yang cukup besar.
Baca Juga:Terdampak Pandemi, 250 UMKM Jogja Ajukan Hapus Hutang Rp71 Miliar
Banyak UMKM yang belum memahami pentingnya memisahkan keuangan bisnis dan pribadi. Akibatnya, meski mendapat keringanan utang, mereka berpotensi terjebak utang baru karena pola pengelolaan yang keliru.
"Di Jawa Timur, saya menemukan kasus pelaku UMKM dengan penghasilan Rp35 juta per bulan tetapi tidak memiliki tabungan. Uangnya habis untuk kebutuhan non-produktif seperti belanja konsumtif, nikahan, dan iuran sosial dan akhirnya utangnya menumpuk," jelasnya.
Karenanya program penghapusan utang yang digagas Prabowo mestinya tak sekedar membantu UMKM membayar kredit macet melalui pendanaan. Namun bantuan UMKM untuk mengelola keuangan.
"Tanpa perbaikan pola keuangan, program penghapusan utang berpotensi hanya menjadi solusi sementara," ujarnya.
Ardhi menambahkan, program pendampingan komprehensif yang mencakup perencanaan usaha, workshop keuangan, dan mentoring bisnis perlu diberikan pada UMKM. Hal ini dinilai lebih efektif untuk meningkatkan kualitas UMKM dalam jangka panjang.
UMKM harus dibekali pengetahuan manajemen keuangan sebelum diberikan akses pendanaan yang lebih besar. Dengan demikian bantuan pendanaan tidak akan dimanfaatkan secara konsumtif alih-alih sebagai investasi yang produktif.
"Jadi pemerintah perlu memastikan akses pasar, akses pembiayaan. Itu semua adalah bagian yang harus ada dalam program pemerintah untuk UMKM," ujarnya.
Sementara Dosen UGM, Bahas Puji Laksono mengungkapkan, banyak program pemerintah yang saat ini tak banyak berdampak bagi masyarakat, termasuk UMKM. Contohnya pembangunan tol yang tak bisa dinikmati pelaku usaha di sekitar proyek tersebut.
"Perlu perhatian untuk umkm ikut berperan dalam pembangunan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi