SuaraJogja.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana menerbitkan peraturan baru untuk membatasi anak-anak bermain media sosial. Bahkan regulasi ini sudah mendapatkan lampu hijau dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Pakar digital sekaligus peneliti Center for Digital Society (CfDS), Universitas Gadjah Mada, Hafiz Noer menuturkan bahwa pemerintah perlu secara jelas menentukan metode dan sasaran yang ingin diambil dalam kebijakan tersebut. Pasalnya upaya penetrasi literasi digital dan adaptasi masyarakat bukanlah inisiatif baru.
Bahkan gerakan masyarakat dan lembaga non pemerintah saat ini sudah merintis berbagai program untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, baik melalui platform maupun edukasi.
"Saya kira hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi kebijakan sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kominfo. Kami di CfDS bersama Kominfo dan LSM lain juga telah bersinergi dan masih berjalan sampai sekarang," kata Hafiz, dalam keterangannya dikutip, Minggu (19/1/2025).
Disampaikan Hafiz, perlindungan anak-anak di ruang digital bisa dimulai dengan peningkatan literasi digital dan kecakapan digital. Mata pelajaran literasi digital sempat diusulkan agar dimasukkan dalam kurikulum merdeka.
Jenis pelajaran ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di kurikulum tingkat satuan pendidikan. Sayangnya, pada akhirnya pembelajaran digital tidak dimasukan sebagai mata pelajaran utama melainkan hanya sebagai bimbingan belajar.
"Dibedakan antara kecakapan digital dan literasi digital. Memang penting untuk memahami cara menggunakan perangkat Word, membuat coding, tapi jauh lebih penting untuk mempelajari etiket dan netiket berdigital," tegasnya.
Literasi digital sudah seharusnya menjadi prioritas dengan memposisikan masyarakat sebagai pengguna. Selain dari segi pembelajaran, pemerintah dapat melakukan telaah kebijakan-kebijakan dari perusahaan penyedia platform digital seperti X, Meta, YouTube, TikTok, dan lainnya.
Beberapa platform, khususnya media sosial telah mengembangkan content guidelines atau community guidelines untuk menyaring informasi. Dia mencontohkan, X misalnya, terdapat fitur community notes yang memungkinkan pengguna menambahkan catatan atau melabeli konten misinformasi.
"Kita tidak bisa mengeneralisir kebutuhan dan kondisi literasi digital, karena setiap platform menggambarkan pengguna yang berbeda. Tapi menurut saya masih perlu banyak upaya," ujarnya.
- 1
- 2