Anggota MPR RI, Hilmy Muhammad mendukung wacana Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung dengan pemilihan melalui legislatif. Karena beberapa kekurangan dalam penerapan Pilkada Langsung saat ini.
Hilmy mengatakan, saat ini anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tengah turun ke bawah untuk melakukan penguatan demokrasi yang di Indonesia. Di mana saat ini demokrasi di Indonesia sedang agak kurang baik paska Pilkada.
"karena apa? Pilkada itu membut perpecahan," ujar dia saat jaring aspirasi di Gunungkidul, Jumat (13/12/2024)
Paska Pilkada ini, di beberapa tempat itu tidak masalah. Tetapi di beberapa tempat masih ada yang bermasalah. Hal itulah yang ingin MPR gali dari masyarakat. Pihaknya ingin mendapat masukan atau aspirasi dari masyarakat terkait dengan politik pasca Pilkada.
Baca Juga:Antisipasi Keracunan, Koki Makan Siang Gratis Siswa di Jogja Dilatih Dinkes
Karena saat ini sudah menjadi keresahan umum di masyarakat. Bahkan kemarin Presiden Prabowo Subianto sempat berpidato dalam ulang tahun Partai Golkar terkait pentingnya memikirkan kembali apakah Pilkada langsung yang disebut adalah pemilihan Gubernur itu masih harus dipertahankan.
"Pilkada langsung perlu dikaji karena banyaknya energi kita dan sumber daya kita ini dihabiskan negara-negara untuk Pilkada," terang dia
Selama ini, lanjutnya, banyak Pilkada langsung yang akhirnya tidak jujur dengan politik uang. Tak sedikit orang yang baik ataupun berkualitas kalah hanya karena uang. Hal ini menjadi keprihatinan semua pihak.
Saat ini pihaknya memang memiliki tugas untuk melakukan penguatan Demokrasi tetapi bukan demokrasi 4 pilar. Namun demokrasi bagaimana mengedepankan musyawarah mufakat.
"(Demokrasi) ini harusnya bagaimana. Harusnya kita melalui musyawarah mufakat. itu yang harus kita tekankan," ujarnya.
Baca Juga:Naik 6,5 Persen, DIY Ketok UMP 2025 Sebesar Rp 2,26 Juta
Menurutnya sangat memungkinan untuk kembali ke sistem demokrasi sebelumnya di mana pemilihan kepala daerah melalui legislatif atau DPR. Dan hal tersebut sudah mereka bicarakan sebelumnya di gedung MPR/RI.
Namun karena waktu yang singkat kemarin di mana efektif bermusyawarah hanya bulan November dan Desember. Oleh karenanya, pihaknya bakal lebih serius lagi di bulan Januari 2025 mendatang.
"Nanti kita bicara soal apakah kita masih akan menggunakan sistem yang ini atau apakah akan kita perbaiki, kita evaluasi tetapi kelihatannya kok sudah pada keinginan besar pada evaluasi sistem sekarang,"paparnya.
Namun, lanjut dia, jika kembali ke sistem sebelumnya tentu tidak akan semuanya dilakukan. Nanti perlu dilihat sisi mana saja yang bisa sedikit diperbaiki atau yang diganti. Dan yang jelas langkah tersebut boleh menimbulkan kegaduhan.
Dan jika nanti sistem demokrasi berubah, dia menginginginkan tidak hanya pemilihan Gubernur, tetapi juga pemilihan bupati/walikota. Nanti bakal dievaluasi apakah Gubernur saja, bupati/walikota atau dua-duanya.
'Kita maunya gubernur dan bupati. Tetapi ndak tahu apakah akan gubernur dulu atau semuanya. Nanti akan kita lihat dulu,"tambahnya.
Hilmy menyebut ada 2 daerah yang saat ini bisa menjadi rujukan yaitu DIY dan DKI Jakarta. Di mana keduanya baik-baik saja tanpa Pemilihan Gubernur di DIY dan tanpa pemilihan langsung Bupati di DKI Jakarta. Itu bakal menjadi bahan evaluasi penerapan sistem demokrasi ke depan.
Kontributor : Julianto