SuaraJogja.id - Lebih dari 100 hari sejak Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran berjalan, sejumlah kebijakan yang diterapkan menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.
Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini berdampak pada berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi dan riset. Pemangkasan anggaran di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI mencapai Rp14,3 triliun dari total pagu sebesar Rp56,6 triliun, yang menimbulkan berbagai pertanyaan terkait efektivitas kebijakan ini.
Menurut Agustina Kustulasari, dosen Manajemen Kebijakan Publik UGM yang memiliki keahlian dalam kebijakan pendidikan tinggi, pemotongan anggaran ini perlu ditinjau lebih lanjut. Ia mempertanyakan sejauh mana efisiensi ini benar-benar diterapkan secara tepat.
"Efisiensi berarti mengurangi pemborosan, tetapi bagian mana yang dianggap boros? Jika pemotongan dilakukan dalam jumlah besar, apakah memang ada pemborosan yang signifikan?" ungkapnya dikutip dari laman resmi UGM, Senin (17/2025).
Agustina menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan efektivitas. Menurutnya, kebijakan efisiensi hanya akan berdampak positif jika tetap selaras dengan tujuan utama pendidikan dan riset.
"Jika pemangkasan ini justru mengurangi daya dukung terhadap riset dan inovasi, maka perlu ada evaluasi lebih lanjut," jelas dia.
Dampak pemotongan anggaran juga berpengaruh langsung terhadap ekosistem riset di perguruan tinggi. Universitas umumnya menyusun program berdasarkan anggaran tahun sebelumnya. Ketika terjadi perubahan drastis, perencanaan akademik, penelitian, serta dinamika kerja para dosen dan mahasiswa bisa terganggu. Padahal, riset dan inovasi merupakan elemen penting dalam meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.
Sebagai solusi, Agustina menyarankan agar perguruan tinggi lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan alternatif, misalnya melalui kerja sama dengan industri dan lembaga internasional. Namun, ia juga mengingatkan bahwa langkah ini bukanlah hal baru dan telah diterapkan sejak lama.
"Pertanyaannya, apa strategi tambahan yang bisa diterapkan? Jika anggaran riset sudah terbatas dan masih terus dipangkas, ini akan menjadi tantangan besar bagi akademisi dan institusi penelitian," tambahnya.
Baca Juga:Makan Bergizi Gratis di Gunungkidul Mandek, Anggaran Infrastruktur Pendidikan Terkatung-katung
Lebih lanjut, Agustina mengingatkan bahwa kebijakan efisiensi harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap pendidikan dan riset. Pemangkasan anggaran harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menghambat pencapaian tujuan utama pendidikan tinggi.
"Pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi ini benar-benar memberikan manfaat nyata, bukan sekadar kebijakan politik," ujar dia.