SuaraJogja.id - Penahanan Lurah Trihanggo berinisial PFY atas dugaan suap dalam pengelolaan tanah kas desa (TKD) kembali menyorot wajah tata kelola aset desa di Sleman.
Apalagi, kasus ini bukan yang pertama terjadi di Kabupaten Sleman.
Tercatat termasuk kasus terbaru ini, sudah ada empat kasus lurah di Bumi Sembada terjerat perkara serupa dalam beberapa waktu terakhir.
Deretan kasus yang terus berulang ini mendorong Pemda DIY serta Pemkab Sleman untuk semakin memperketat pengawasan. Sejalan dengan mendorong reformasi di tingkat kalurahan.
Baca Juga:Suap Tanah Kas Desa Trihanggo Terungkap, Lurah dan Pengusaha Hiburan Malam Ditahan
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (PMK2PS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara, menyebut apa yang terjadi harus menjadi momentum perubahan besar bagi seluruh pamong kalurahan.
"Ya kami kalau dari Pemerintah DIY untuk lurah seluruh DIY dan para pamong sekarang dengan visi bapak Gubernur yaitu reformasi kalurahan, ini mau nggak mau kita harus berubah ya, yang mestinya bisa harus lebih bisa lagi, yang enggak baik bisa harus lebih baik," tegas Yudanegara kepada wartawan di Pemkab Sleman, Rabu (16/4/2025).
Yudanegara menggarisbawahi kejadian-kejadian sebelumnya yang juga melibatkan empat lurah di Sleman.
Mulai dari Lurah Caturtunggal, Maguwoharjo, Candibinangun, dan kini Trihanggo.
Menurut dia, semua kasus itu menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak. Termasuk untuk tata kelola TKD di DIY oleh masing-masing desa atau wilayah.
Baca Juga:Parkir ABA Jadi Ruang Terbuka Hijau, Malioboro Bakal Lebih Cantik, Tapi Nasib Pedagang?
"Ini untuk lurah di DIY sudah lah cukup. Sudah waktunya kita benar-benar melayani masyarakat lewat pelayanan publik," ujarnya.
Senada, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, juga menyesalkan berulangnya kasus serupa. Padahal, dia mengaku telah mengingatkan para lurah dalam berbagai kesempatan untuk menjauhi praktik-praktik menyimpang termasuk suap TKD.
"Dalam setiap kesempatan pasti saya ingatkan selalu lurah-lurah itu. Jangan sampai terulang. Semoga ini pembelajaran dari peristiwa ini," kata Harda.
Sebagai catatan, kasus pertama menyeret Lurah Caturtunggal pada 2023 lalu karena menyalahgunakan TKD untuk proyek komersial tanpa prosedur yang sah.
Menyusul tak lama kemudian, Lurah Maguwoharjo juga ditetapkan tersangka atas kasus serupa, di mana lahan TKD disewakan untuk kepentingan pribadi.
Kasus ketiga menimpa Lurah Candibinangun, yang ditahan karena diduga juga terlibat dalam kasus penyalahgunaan pemanfaatan tanah kas desa.
Terulangnya pola yang sama dalam kasus keempat di Trihanggo ini, dinilai akibat dari pengawasan masih lemah.
Apalagi Harda mengakui ada beberapa kawasan Sleman, terutama wilayah penyangga seperti Depok, Mlati, dan Ngaglik, memiliki nilai TKD yang tinggi dan sangat rentan disalahgunakan.
Dia bilang aparat penegak hukum pun telah bergerak untuk melakukan pengecekan lebih lanjut sebagai bentuk antisipasi.
"Ini baru mau dicek sama penyidik kemarin. Mudah-mudahan semua baik-baik saja," ucapnya.
Seperti diketahui, kasus penyalahgunaan TKD kembali terjadi di Bumi Sembada. Pada Selasa kemarin, eks Lurah Trihanggo, PFY ditangkap dan dilakukan penahanan oleh Kejari Sleman.
PFY menjabat sebagai lurah sejak 2021-2027, terseretnya dia di kasus korupsi ini menjadi pencoreng wilayah yang cukup makmur di Sleman ini.
PFY diduga menerima pemberian dan janji hadiah yang diberikan oleh pihak lain.
Tak hanya PFY, seorang pemilik tempat hiburan malam berinisial ASA juga ditahan oleh Kejari Sleman dari rentetan kasus ini.
PFY dituding menerima suap terkait pemanfaatan lahan Tanah Kas Desa seluas 25.895 meter persegi yang tak mengantongi izin atau surat yang mengizinkan mengalihkan fungsi lahan dari Gubernur DIY.
ASA seharusnya tahu jika TKD tersebut belum berizin dan memanfaatkannya untuk membangun tempat hiburan malam.