Rizki Rahma: Dalang Perempuan di Antara Bayang-bayang Maskulinitas

Hadir ada sosok perempuan yang menghidupkan tokoh-tokoh pewayangan. Ia adalah Rizki Rahma Nur Wahyuni atau akrab disapa Kirey, dalang perempuan asal Bantul.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 22 April 2025 | 10:44 WIB
Rizki Rahma: Dalang Perempuan di Antara Bayang-bayang Maskulinitas
Pementasan wayang oleh dalang perempuan, Rizki Rahma Nur Wahyuni. (Dokumentasi: Pribadi).

SuaraJogja.id - Apa yang terlintas ketika mendengar kata dalang wayang? Pasti tak jauh dari bayangan seorang pria paruh baya, duduk tegap di balik kelir, bersuara berat dan berwibawa.

Namun berbeda dalam skenario kali ini. Seolah menjadi oase dalam dunia pedalangan yang memang lekat dengan maskulinitas, hadir sosok perempuan yang menghidupkan tokoh-tokoh pewayangan itu.

Ia adalah Rizki Rahma Nur Wahyuni atau akrab disapa Kirey, dalang perempuan asal Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul

"Dari kecil kan sudah familiar ya dengan suara-suara gamelan, suara wayang, terus pertunjukan ketoprak juga sudah familiar. Terus, setiap bapak pentas itu dari kecil selalu diajak satu keluarga ke lokasi pementasan," kata Rahma, Senin (21/4/2025).

Baca Juga:Lestarikan Tradisi, Pentas Wayang Dies Natalis Fakultas Filsafat Tampilkan Dalang Mahasiswa

Dunia seni pedalangan datang kepadanya pelan-pelan, menyelinap dalam kehidupan sejak kecil. Ayahnya seorang guru PKN yang juga dalang klasik gaya Yogyakarta, sementara kakeknya merupakan seniman ketoprak.

Tak ada alasan khusus, Rahma akhirnya memilih dalang wayang ketimbang ketoprak. Itu hanya persoalan kebiasaan, namun apapun itu, darah seni memang sudah mengalir dalam dirinya.

dalang perempuan, Rizki Rahma Nur Wahyuni. (Dokumentasi: Pribadi).
dalang perempuan, Rizki Rahma Nur Wahyuni. (Dokumentasi: Pribadi).

"Enggak tahu ya [kenapa pilih dalang], mungkin karena yang dihadapi itu kan kesehariannya adalah wayang ya, kebetulan kan bapak juga ada gamelan, ada wayang di rumah. Jadi, kayak sewaktu-waktu mau diajarin tuh lebih enak. Kalau si Mbah kan ketoprak itu melibatkan lebih banyak personel," ungkapnya.

Benih kecintaan pada dunia wayang dan pedalangan tumbuh tanpa paksaan. Langkah pertama dimulai saat ia duduk di bangku kelas 3 SD saat sang kakak butuh teman latihan untuk lomba dalang anak se-Bantul.

"Saya kelas 3, kakak kelas 4. Ya sudah, minta diajarin sama Bapak buat ndalang," ucapnya.

Baca Juga:Merasa Ada Perlakuan Berbeda, Keluarga Salah Satu Tersangka Curas Tuntut Polres Bantul Segera Tangkap Dalangnya

Sejak saat itu, ia mulai ikut pentas, walau hanya membuka acara sebelum pertunjukan utama sang ayah. Namun justru dari situlah rasa cinta terhadap dunia dalang makin menggema. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak