Rahma kecil kemudian menjadi daya tarik tersendiri di tengah pementasan. Apalagi tak jarang ada anak perempuan jadi dalang.
"Kalau dulu awal-awal pas waktu kecil tuh, kayak buat ngundang penonton," ucapnya.
Meski begitu, Rahma mengaku aksinya mendalang lebih kepada hobi di tengah kesibukannya bekerja sebagai pegawai di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta
"Masih berlanjut sampai sekarang, sebetulnya itu kayak cuma hobi aja sih," ujar perempuan 29 tahun ini.
Baca Juga:Lestarikan Tradisi, Pentas Wayang Dies Natalis Fakultas Filsafat Tampilkan Dalang Mahasiswa
Rahma tak pernah berniat menyaingi para dalang lelaki. Ia tahu keterbatasannya, terutama dalam stamina dan suara. Dua hal itu yang kemudian menurut dia membedakan dalang perempuan dan pria pada umumnya.
"Kalau saya pribadi, suara ya, mungkin, karena kan tokoh-tokohnya tuh banyakan tokoh cowok. Terus kalau dari suara ya, kalau cewek kan sudah khas kayak gini ya, mau dibuat-buat juga nanti enggak yang bisa menyaingi untuk suara cowok, gitu," tuturnya.
"Nah, kalau selain itu juga dari segi tenaga, juga berbeda ya. Kalau dalang-dalang laki-laki dengan dalang perempuan itu juga beda. Itu sih, mungkin, dari segi tenaga menggerakan wayang sama nge-praknya, sama suara," imbuhnya.
Tapi bukan kekuatan yang ia kejar, melainkan kesinambungan budaya.
"Kalau bapak bisa tujuh jam, saya dua jam sudah capek," ucapnya sambil tertawa.
Kini, Rahma ingin lebih berkontribusi untuk menjaga budaya Jawa. Lewat cerita-cerita klasik pewayangan pada generasi baru.