Sebab bagaimanapun, selain mobil pribadi dan sepeda motor, kedatangan wisatawan dengan jumlah yang besar dengan bus dibutuhkan pedagang dan jukir.
"[Kalau tembok di dalam ditinggikan, armada kan bisa masuk lewat pintu jalan selatan, muter dan parkir di dalam. Jadi konsepnya sama seperti di [TKP] ABA, bus kan bisa di dalam, jadi pedagang bisa ngedep [menghadap] bus. Kita sudah menjelaskan ke pemda biar sama-sama jalan, parkir jalan, pedagang juga jalan [usahanya]," tandasnya.
Dengan permasalahan yang dihadapi, pedagang dan jukir berharap Pemda bisa membantu mereka secepatnya.
Apalagi pedagang dan jukir sudah menjelaskan masalah yang mereka hadapi secara detil kepada pemda terkait kebutuhan relokasi di Menara Kopi. Dengan demikian pekan depan, mereka bisa segera beraktivitas di tempat baru tersebut.
Baca Juga:TKP ABA Resmi Ditutup, Ratusan dan Jukir Harus Bongkar Lapak ke Menara Kopi
"Minggu ini kami berharap yang bersih-bersih sudah selesai jadi minggu depan sudah bisa aktivitas. ," ujarnya.
Secara terpisah Chrestina Erni Widyastuti menyatakan, mengungkapkan penambahan dan pengurangan bangunan di Menara Kopi memang harus berizin.
Apalagi Pemda hanya menyewa Menara Kopi dari Keraton Yogyakarta.
"Kalau bangunan induk ini kan kita kan menyewa ya. Kesepakatan kami tidak boleh melakukan perubahan di bangunan induk. Iya kan," ungkapnya.
Erni mengakui sudah mendapatkan surat dari pedagang dan jukir terkait pengurangan dan penambahan fasilitas di Menara Kopi. Dishub pun sudah meneruskan surat tersebut ke pihak Keraton.
Baca Juga:Parkir Abu Bakar Ali Mulai Dipagar 1 Juni, Jukir dan Pedagang harus Mulai Direlokasi
Namun jawaban dari pihak keraton juga butuh waktu. Mungkin minggu ini baru ada balasan surat dari Keraton.
"Tapi kalau mengubah bangunan induk tidak boleh, tapi kalau yang non permanen boleh saja, tapi nanti pada saat berakhirnya masa sewa ya tidak boleh menuntut ganti rugi," ungkapnya.
Sebagai informasi, TKP ABA sudah mulai dibongkar. Kebijakan ini diberlakukan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam rangkaian program Sumbu Filosofi yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Dunia Tak Benda.
Kontributor : Putu Ayu Palupi