SuaraJogja.id - Sidang gugatan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo di Pengadilan Negeri (PN) Sleman resmi memasuki tahap mediasi. Hal ini setelah majelis hakim menolak permohonan intervensi dari pihak ketiga.
Ariyanto, selaku kuasa hukum tergugat I hingga VII yang mewakili jajaran struktural UGM mulai dari Rektor hingga Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, menyatakan kesiapan menghadapi proses tersebut.
"Terkait dengan masalah tindak lanjutnya, maka masuk pada proses hukum acara biasa yaitu mediasi. Nah, dalam mediasi nanti kan bagaimana tawaran para pihak, kita lihat di sana. Apabila gagal, maka masuk pada proses jawaban," kata Ariyanto kepada wartawan usai sidang di PN Sleman, Selasa (10/6/2025)
Ia menjelaskan bahwa proses mediasi ini merupakan tahapan yang sah dalam hukum acara perdata. Majelis hakim memberikan waktu mediasi maksimal selama 30 hari.
Baca Juga:Permohonan Intervensi Ditolak, Kuasa Hukum Kecewa Singgung Ketidakadilan Hukum
Selama periode tersebut, hakim mediator akan memfasilitasi pertemuan para pihak untuk mencari kemungkinan damai sebelum perkara berlanjut ke pokok materi.
"Jadi ini ada proses waktu selama 30 hari, kita hormati ya. Artinya, dalam 30 hari nanti apakah para pihak ada sepakat perdamaian atau tidak," ungkapnya.
Ariyanto menyatakan bahwa fokus tim hukum UGM dalam mediasi adalah melihat seberapa relevan tuntutan penggugat. Terutama dalam hal ini yang berkaitan dengan permintaan untuk menyerahkan ijazah asli mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Jika tuntutan tersebut dianggap tidak relevan, pihaknya tidak akan memaksakan penyelesaian damai.
"Kita lihat apakah dari prinsipal [Universitas] Gadjah Mada sendiri itu ada permintaan mereka untuk menyerahkan ijazah itu relevan atau tidak. Kalau tidak relevan, maka otomatis prosesnya akan dinyatakan gagal," tuturnya.
Baca Juga:PN Sleman Tolak Intervensi Kasus Ijazah Jokowi: Langkah Mediasi Jadi Penentu
Saat ditanya soal persiapan UGM menghadapi mediasi, Ariyanto menegaskan pihaknya akan mengikuti prosedur hukum yang ada. Termasuk mencermati setiap tawaran dan argumen yang diajukan oleh penggugat.
"Ya kita lihat terkait dengan tawaran mereka menyerahkan ijazah itu relevan atau tidak. Kalau tidak relevan, ya nanti masuk pada acara pokoknya," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim, Cahyono usai membacakan putusan sela terkait penolakan intervensi memaparkan bahwa agenda sidang akan langsung dilanjutkan pada tahapan mediasi antara penggugat dan tergugat.
Majelis hakim memberikan waktu selama satu bulan untuk proses mediasi tersebut.
"Diberikan waktu satu bulan, apabila dalam waktu satu bulan tidak cukup akan bisa mengajukan permohonan kepada majelis hakim untuk meminta perpanjang dan majelis hakim tentunya dapat tidaknya memberikan waktu selama 15 hari. Mohon waktu digunakan sebaik-baiknya waktu satu bulan," ujar Cahyono.
Sementara, kuasa hukum pihak ketiga atau pemohon intervensi, Andika Dian Prasetyo dalam perkara dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo menanggapi putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman yang menolak permohonan intervensi mereka.
Andika mengaku tak terkejut dengan putusan sela majelis hakim tersebut.
Di sisi lain dia pun menyatakan tetap menghormati keputusan hakim namun tetap menolak dasar pertimbangan putusan tersebut.
Menurut Andika, salah satu poin yang mereka tolak secara tegas adalah anggapan bahwa pihaknya tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum dalam perkara tersebut.
Ia menilai gugatan yang mereka ajukan di PN Surakarta justru memperkuat posisi mereka sebagai pihak yang berkepentingan dalam perkara yang sedang berlangsung di PN Sleman kali ini.
"Tadi disampaikan oleh majelis hakim bahwa kami tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing, itu kan jelas kami tolak, karena kami jelas menggugat di Solo dan kami punya kepentingan juga untuk menggugat menjadi intervenien dalam perkara ini, khususnya dalam perkara yang digugat Pak Komardin," kata Andika ditemui usai sidang di PN Sleman,