SuaraJogja.id - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa DPR akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, sebuah regulasi yang telah lama dinanti oleh publik.
Menurut Dasco, proses legislasi RUU ini akan kembali dimulai dan menandai babak baru dalam upaya pemberantasan kejahatan berbasis aset.
Meski akan dikebut, Dasco menegaskan bahwa DPR tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, transparansi, serta melibatkan berbagai pihak dalam proses pembahasan RUU tersebut.
Komitmen ini menunjukkan bahwa penyusunan RUU tidak akan dilakukan secara terburu-buru, melainkan melalui pendekatan yang inklusif dan akuntabel.
Baca Juga:Revisi UU TNI Berpotensi Kembalikan Dwifungsi ABRI, Ancam Lapangan Pekerjaan Generasi Muda
Dalam skema prioritas legislasi, RUU Perampasan Aset saat ini ditempatkan di urutan kedua. DPR lebih dulu akan menyelesaikan pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum beralih ke RUU Perampasan Aset.
Keputusan ini diambil berdasarkan dinamika yang tengah berlangsung di Komisi III DPR RI dan mencerminkan kebutuhan akan sinkronisasi regulasi. Dasco menegaskan bahwa DPR ingin menghasilkan produk hukum yang menyeluruh dan tidak bertabrakan dengan undang-undang yang sudah ada ataupun yang sedang direvisi.
“Betul, pembahasan RUU Perampasan Aset akan dilakukan setelah RUU KUHAP rampung,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Harmonisasi Regulasi Jadi Alasan Penundaan
Menurut Dasco, DPR memilih untuk menyelesaikan setiap rancangan undang-undang yang saling berkaitan secara bertahap agar substansi RUU Perampasan Aset dapat terintegrasi dengan baik dalam sistem hukum pidana yang lebih luas.
Baca Juga:Pakar Hankam soal RUU TNI: Prajurit pada Jabatan Sipil harus Pensiun
Ia menekankan bahwa materi terkait perampasan aset tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung erat dengan sejumlah regulasi penting, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), KUHP, dan KUHAP.
Dengan menuntaskan revisi KUHAP lebih dahulu, DPR berharap dapat menyerap berbagai ketentuan yang relevan dan menyatukannya dalam satu regulasi yang komprehensif.
Tujuan utamanya adalah menciptakan UU Perampasan Aset yang efektif, sinergis, dan tidak menimbulkan tumpang tindih hukum di masa depan.
Pro dan Kontra Substansi RUU Perampasan Aset
Meskipun menjadi prioritas, RUU Perampasan Aset masih menuai perdebatan, terutama terkait mekanisme perampasan aset tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau non-conviction based asset forfeiture.
Skema ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk aktivis HAM dan kelompok masyarakat sipil, karena dinilai berpotensi melanggar prinsip presumption of innocence dan hak atas kepemilikan pribadi.
Kekhawatiran muncul bahwa negara dapat menyita aset seseorang hanya berdasarkan dugaan tanpa proses pembuktian di pengadilan.
Namun, di sisi lain, pemerintah dan sebagian besar anggota parlemen menilai bahwa RUU ini merupakan langkah penting dalam mempercepat pemulihan kerugian negara, khususnya dari kejahatan korupsi dan pencucian uang.
Sering kali, penegak hukum menemui hambatan saat hendak merampas aset hasil kejahatan karena pelaku menghilang, menyamarkan kepemilikan, atau meninggal sebelum ada putusan hukum.
Dengan disahkannya RUU Perampasan Aset, diharapkan muncul terobosan hukum yang memungkinkan negara bertindak lebih cepat dalam mengamankan aset ilegal.
Penundaan pembahasan RUU ini hingga selesainya revisi KUHAP dan KUHP dianggap sebagai langkah strategis untuk memastikan substansi aturan tersebut menjadi lebih solid dan tidak menimbulkan sengketa hukum di kemudian hari.
Artikel di Suarajogja ini sudah lebih dulu terbit di Suara.com dengan judul: Dasco: RUU Perampasan Aset Segera Digeber Usai RUU KUHAP Selesai