Di Balik Ijazah Gibran: Bagaimana Pendidikan 'Setara SMA' Memenuhi Syarat Jadi Pemimpin?

Polemik riwayat pendidikan Gibran Rakabuming Raka terus menjadi sorotan.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 23 September 2025 | 13:10 WIB
Di Balik Ijazah Gibran: Bagaimana Pendidikan 'Setara SMA' Memenuhi Syarat Jadi Pemimpin?
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, Rabu (20/8/2025). (ANTARA/Mentari Dwi Gayati)
Baca 10 detik
  • Ijazah SMA Wakil Presiden Gibran menjadi sorotan karena bukan dari ijazah formal setara SMA
  • Sejauh ini pendidikan alternatif yang sudah mendapat pengakuan internasional masih sah secara konstitusional
  • Kontroversi yang sering terjadi adalah pengakuan dari institusi pendidikan yang masih dipertanyakan 

Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 17 Juli 2025 menolak permohonan untuk menaikkan syarat pendidikan capres dan cawapres menjadi minimal sarjana strata satu (S1).

MK berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 169 huruf r UU Pemilu yang mensyaratkan pendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat, tidak membatasi hak warga negara yang memiliki kualifikasi pendidikan lebih tinggi untuk mencalonkan diri.

Ini berarti bahwa seorang kandidat yang memiliki ijazah setara SMA, bahkan jika diperoleh melalui jalur alternatif yang diakui secara internasional dan setara, masih memenuhi syarat konstitusional.

Dampak dari ijazah atau sertifikat yang tidak didapatkan secara formal di Indonesia dapat menjadi masalah dalam konteks lain, terutama jika validitas atau penyetaraannya diragukan.

Baca Juga:Gibran dan Misteri 'Pendidikan Terakhir': Skandal KPU yang Bisa Pengaruhi Pilpres 2029?

Namun, dalam konteks pencalonan presiden dan wakil presiden, penekanan adalah pada "setara" dengan pendidikan menengah.

Jika sertifikat alternatif seperti diploma dari UTS Insearch diakui sebagai setara dengan kualifikasi Year 12 Australia (yang umumnya menjadi dasar untuk masuk universitas), dan jika ada mekanisme penyetaraan di Indonesia, maka secara hukum mungkin tidak menjadi masalah.

Kontroversi yang sering muncul adalah terkait transparansi dan pengakuan.

Penting bagi calon pejabat publik untuk memastikan bahwa semua kualifikasi pendidikan mereka dapat diverifikasi dan diakui secara sah oleh otoritas pendidikan di Indonesia, guna menghindari keraguan dan menjaga integritas proses demokrasi.

Baca Juga:Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak