UMP DIY 2026: Buruh Nuntut Rp3,7 Juta, Realistiskah?

Buruh DIY demo tuntut UMP 2026 Rp3,7 juta, sesuai KHL. MPBI sebut upah saat ini tak layak, sulit menabung. Pemda DIY tunggu pedoman pusat, waspadai ketimpangan.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 14 Oktober 2025 | 18:55 WIB
UMP DIY 2026: Buruh Nuntut Rp3,7 Juta, Realistiskah?
Massa buruh berunjukrasa di depan Kantor Gubernur DIY, Selasa (14/10/2025). [Kontributor Surajogja/Putu Ayu Palupi]
Baca 10 detik
  • Kelompok buruh di DIY berdemo terhadap kenaikan UMP yang harus jadi perhatian Pemda
  • Buruh menuntut kenaikan UMP menjadi Rp3,7 juta
  • Perhitungan antara pemerintah dan buruh berbeda, sehingga sulit untuk direalisasikan

SuaraJogja.id - Sejumlah massa buruh dari berbagai serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggelar aksi damai di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta, Selasa (14/10/2025).

Massa melakukan longmarch ke Kantor Gubernur DIY sembari atribut serikat pekerja, dan membawa spanduk bertuliskan tuntutan 'Naikkan UMP DIY 2026 di Atas KHL!' dan 'Upah Layak, Hidup Bermartabat!'.

Dalam aksi tersebut, para buruh mendesak Pemda DIY menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar Rp 3,7 juta atau minimal setara dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di wilayah ini.

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengungkapkan selama bertahun-tahun upah minimum di Yogyakarta selalu berada di bawah standar KHL.

Baca Juga:DIY Darurat PHK, Apindo: Subsidi Upah Harus Lebih Besar dan Panjang

Kebijakan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup pekerja dan keluarganya.

"Upah di Yogyakarta dari tahun ke tahun selalu di bawah KHL. Kami menuntut agar tahun depan, Pemda DIY berani menetapkan UMP di atas KHL. Itu hak buruh sebagai manusia dan warga negara," paparnya.

Dari survei yang dilakukan MPBI DIY sejak awal Oktober 2025, menurut Irsad hasilnya menunjukkan bahwa kebutuhan hidup layak bagi seorang buruh di Yogyakarta berada di kisaran Rp3,6 juta hingga Rp4,5 juta.

KHL di Kota Yogyakarta sebesar Rp4.449.570, Sleman Rp4.282.812 dan Rp3.880.734. Sedangkan Kulon Progo sebesar Rp3.832.015 dan Gunungkidul Rp3.662.951.

Karenanya para buruh menuntut upah tahun depan Rp 3,7 juta sebagai angka yang paling realistis.

Baca Juga:Ekonom UGM Soroti Keputusan Prabowo Naikkan Upah Minimum 6,5 Persen: Berpotensi Muncul Respon Negatif

Sebab kenaikan upah bukan hanya untuk kesejahteraan buruh semata, tetapi juga untuk mendorong daya beli masyarakat dan mempersempit jurang ketimpangan ekonomi di Yogyakarta.

"Kalau upah buruh naik, daya beli meningkat, ekonomi daerah ikut bergerak. Buruh yang sejahtera akan mengurangi angka kemiskinan," ujarnya.

Menurut Irsad, kecilnya upah di Yogyakarta selama ini membuat banyak buruh hidup dalam kondisi pas-pasan.

Mereka kesulitan membeli rumah, bahkan sebagian besar masih mengontrak atau tinggal bersama orang tua.

"Harga tanah dan perumahan di DIY naik terus, sementara upah buruh tidak naik signifikan. Akibatnya, buruh semakin sulit punya rumah sendiri," tandasnya.

Sulit Menabung untuk Masa Depan

Selain itu, upah rendah juga membuat buruh kesulitan menabung untuk masa depan.

Padahal kesulitan untuk menyiapkan hari tua merupakan kenyataan.

"Banyak buruh belum punya tabungan, apalagi jaminan pensiun yang layak," ujarnya.

Irsad menambahkan, seluruh wilayah di DIY memerlukan penyesuaian upah minimum agar pekerja mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

MPBI menilai pemerintah daerah dan pusat tidak boleh lagi menetapkan upah di bawah KHL.

"Upah layak bukan sekadar angka, tapi jaminan hidup bermartabat bagi buruh. Kalau upah di bawah KHL, artinya negara membiarkan rakyatnya tetap miskin,” tandasnya.

Selain menuntut kenaikan upah, para buruh juga mendesak pemerintah untuk hadir dan serius menangani berbagai persoalan ketenagakerjaan.

Sebab, konflik hubungan industrial yang masih sering terjadi di Yogyakarta.

Pekan lalu, MPBI DIY menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Yogyakarta untuk mendukung para buruh dari empat perusahaan yang tengah bersengketa, yakni PT Tarumartani 1918, PT Ide Studio, Hotel Seturan, dan PT Tunas Mekar Jaya Armada.

Kasus yang dihadapi beragam, mulai dari penundaan pembayaran gaji, pelanggaran perjanjian kerja bersama (PKB), hingga belum dipenuhinya hak pensiun.

MPBI menilai pemerintah harus turun tangan agar penegakan hukum ketenagakerjaan tidak hanya berpihak pada pengusaha.

"Negara harus hadir bukan hanya sebagai penengah, tapi sebagai pelindung bagi mereka yang lemah dan rentan terhadap ketidakadilan ekonomi," ungkapnya.

Beda Perhitungan

Sementara Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, mengungkapkan perhitungan KHL yang menjadi dasar tuntutan buruh berbeda dengan metodologi resmi yang digunakan pemerintah.

Namun pemerintah tidak menutup mata terhadap aspirasi pekerja yang merasa upah saat ini belum memenuhi kebutuhan hidup layak.

"Kami bisa memahami logika ketika KHL yang dihitung oleh teman-teman buruh menghasilkan angka tertentu misalnya sampai lebih dari 50 persen. Itu muncul karena memang didasarkan pada perhitungan kebutuhan hidup layak versi mereka," paparnya.

Tri menambahkan, penetapan UMP setiap tahun selalu mengikuti pedoman dari pemerintah pusat yang memuat formula baru untuk menghitung besaran kenaikan.

Formula itu mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan produktivitas.

Menurut Tri, pemerintah daerah harus berhati-hati dalam menentukan besaran upah agar tidak menimbulkan ketimpangan antara kepentingan buruh dan pelaku usaha.

"Selalu ada dinamika dan perubahan dari tahun ke tahun. Kami memahami bahwa meskipun secara persentase kenaikan upah di DIY mungkin terlihat besar, karena nilai awalnya rendah, hasil akhirnya tetap belum tinggi dibandingkan daerah lain," paparnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Ariyanto Wibowo, menambahkan Pemda menunggu pedoman resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menghitung UMP 2026.

Pemda menilai peningkatan kesejahteraan pekerja tidak semata bergantung pada nominal upah.

"Yang jelas, secara umum upah minimum pasti akan naik. Hanya saja, persentase dan besarannya belum diketahui," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak