Ekonom UGM Soroti Keputusan Prabowo Naikkan Upah Minimum 6,5 Persen: Berpotensi Muncul Respon Negatif

Presiden Prabowo baru saja mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional yang mencapai 6,5 persen, terbesar setelah era Jokowi yang pernah menaikkan hingga 7 persen.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 02 Desember 2024 | 15:24 WIB
Ekonom UGM Soroti Keputusan Prabowo Naikkan Upah Minimum 6,5 Persen: Berpotensi Muncul Respon Negatif
ilustrasi upah minimum (freepik)

SuaraJogja.id -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional 2025 sebesar 6,5 persen menjadi sorotan. Apalagi mengingat belum ada aturan yang rinci terkait kenaikan angka tersebut.

"Keputusan 6,5 persen itu tidak bisa hanya diomongkan secara lisan, kan harus ada peraturannya, oke lah peraturannya nanti akan turun karena yang ngomong sudah presiden kemudian ditegaskan oleh menteri. Nah hanya detailnya seperti apa kan ini yang kita belum tahu nih," kata Ekonom UGM Yudistira Hendra Permana saat dihubungi, Senin (2/12/2024).

"Jangan sampai seperti kemarin soal gaji guru kemarin, maksudnya kadung tiwas seneng semua tapi ternyata oh begini, sertifikasi guru lebih kurang mirip dari apa yang sudah ada," imbuhnya.

Menurut Yudis, pemerintah seharusnya mendiskusikan secara terbatas dan matang terlebih sebelum mengambil atau mengumumkan keputusan tersebut. Pasalnya akan ada dampak yang muncul jika tidak diperhitungkan dengan baik. 

Baca Juga:UMKM Konsumtif, Program Penghapusan Utang ala Presiden Prabowo Bisa Tak Efektif

"Ini resikonya adalah harga-harga bisa naik nih, tidak hanya dari ketakutan pengusaha saja. Poin saya adalah respons negatif ini yang harus diwaspadai, mulai dari gaji naik hingga harga kebutuhan yang bakal ikut naik, padahal faktanya mungkin nanti bisa jadi beda nih dari apa yang diekspektasikan saat ini," tandasnya. 

Belum lagi terkait dengan ketakutan yang muncul dari para investor untuk berbisnis. Spekulasi-spekulasi liar itu yang seharusnya perlu dipikirkan lebih jauh oleh pemerintah.

"Saya enggak bisa ngomong dampaknya apa karena kita belum tahu detail aturannya seperti apa. Memang kalau baca berita sehari dua hari ini pengusaha yang akan tertekan nantinya akan memunculkan PHK, itu saya pikir bentuk-bentuk respons yang bisa dikatakan respons negatif," ujarnya.

"Apakah itu benar? Ya kita tidak tahu wong aturannya aja belum jelas, 6,5 persen itu, 6,5 persen itu cara ngitungnya gimana kita kan juga belum tahu," sambungnya.

Angka 6,5 persen itu harus bisa dijelaskan secara detail kepada publik. Termasuk dengan keputusan untuk menaikkan upah para pekerja pada tahun depan.

Baca Juga:Suramnya Nasib Para Pekerja Kreatif di Balik Meriahnya Panggung Hiburan Jogja, Gaji Cekak Sulit Gerak

Perlu ada transparansi dari pemerintah terkait dengan kondisi ekonomi yang ada di Indonesia sekarang. Ditambah dengan kajian yang tidak boleh dilupakan.

"Kajian tetap harus tapi maksudnya adalah transparansi dulu nih, ya kita kondisinya untuk meningkatkan daya beli, terus kemudian investasi di Indonesia juga sudah mulai masuk dan seterusnya. Jadi ada konsideran-konsideran yang jelas untuk kenaikan upah tersebut," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini