Polemik Bakso Babi di Bantul Tak Pasang Tanda, DMI Ngestiharjo Turun Tangan

DMI Bantul pasang spanduk "Bakso Babi Non Halal" setelah warung tak beri label jelas, hingga viral.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 28 Oktober 2025 | 19:04 WIB
Polemik Bakso Babi di Bantul Tak Pasang Tanda, DMI Ngestiharjo Turun Tangan
Pemasangan spanduk non halal bakso babi yang dilakukan DMI Ngestiharjo di salah satu warung bakso. (dok.Istimewa)
Baca 10 detik
  • Bakso di Bantul yang berbahan dasar daging babi menjadi polemik
  • DMI yang sebelumnya membantu dengan menuliskan spanduk membuat klarifikasi karena dituding mendukung makanan non halal
  • Saat ini spanduk sudah diganti dan penjualan tetap berjalan normal

SuaraJogja.id - Beberapa waktu terakhir media sosial (medsos) dihebohkan adanya penjual bakso babi di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul yang tidak memasang tanda non halal.

Padahal beberapa pembeli di warung tersebut menggunakan jilbab.

Mengetahui hal ini, Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat akhirnya pun turun tangan.

Setelah mendengar kabar adanya warung bakso babi yang tidak memasang tanda non-halal secara jelas, DMI memutuskan untuk membuat dan memasang spanduk besar bertuliskan "Bakso Babi Non Halal".

Baca Juga:Sampah Jadi Berkah: Bantul Manfaatkan APBKal untuk Revolusi Biopori di Rumah Warga

Langkah itu dilakukan bukan untuk mematikan usaha. Namun untuk menghindarkan masyarakat muslim dari kekeliruan dan memberi edukasi soal kejujuran dalam berdagang.

Sekretaris DMI Ngestiharjo, Akhmad Bukori saat dikonfirmasi, Selasa (28/10/2025) mengungkapkan kisah bermula dari laporan warga pada awal Januari 2025 lalu.

Dalam pertemuan rutin pengajian bulanan DMI, para takmir masjid menyampaikan keresahan karena banyak warga, terutama perempuan berjilbab yang membeli bakso di warung tersebut tanpa mengetahui bahan dasarnya adalah daging babi.

"Awalnya dari laporan takmir, banyak orang lewat atau mampir beli bakso di situ, padahal itu bakso babi. Setelah dicek dan ditanyakan langsung ke penjualnya, memang benar bakso babi," ungkapnya.

Menindaklanjuti laporan itu, DMI melakukan pendekatan ke perangkat wilayah, termasuk dukuh setempat dan penjual.

Baca Juga:Bantul Lawan Kemiskinan Ekstrem: Bansos Pangan dan Alat Bantu Disabilitas Disalurkan

Mereka meminta agar penjual mencantumkan label yang jelas agar pembeli muslim tidak tertipu.

Tapi penjual hanya menempel kertas kecil bertuliskan 'B2'.

Bahkan kadang kertas tersebut dipasang dan di lain waktu tidak dipasang sehingga masih banyak pembeli yang terkecoh.

"Kami sampaikan baik-baik, kalau menjual produk non-halal ya diberi tahu atau diberi label," ungkapnya.

Situasi itu membuat DMI khawatir. Setiap kali ada pertemuan rutin, topik yang sama terus muncul.

"Akhirnya kami sepakati untuk bertindak, supaya tidak berlarut. Kami buatkan spanduk besar, tulisannya jelas, supaya masyarakat tahu," paparnya.

Bukori menambahkan, mereka memasang spanduk itu pertama kali terpasang pada Februari 2025.

Desainnya sederhana dan hanya tulisan "Bakso Babi Non Halal" dengan logo DMI Ngestiharjo di pojok bawah.

Awalnya DMI berniat menambahkan peringatan. Namun kemudian memilih pendekatan yang lebih lembut dan edukatif.

"Kami ingin tetap menghargai penjualnya. Yang penting orang tahu dan tidak tertipu," ungkapnya.

Berbulan-bulan setelah terpasang, kasus ini kembali menjadi sorotan.

Pada Oktober 2025, sebuah video memperlihatkan spanduk bertuliskan "Bakso Babi Non Halal" dengan logo DMI beredar di media sosial.

Sebagian warganet memuji langkah DMI yang dinilai melindungi umat muslim.

Namun sebagian lain menilai kehadiran logo DMI di spanduk itu menimbulkan kesan seolah lembaga keagamaan tersebut mendukung usaha non-halal.

Viralnya video itu membuat DMI kembali berembuk. Mereka mengundang KUA, MUI, NU, serta perwakilan masyarakat untuk menjernihkan polemik.

Dalam pertemuan itu, disepakati spanduk perlu diperbarui agar tidak lagi menimbulkan salah tafsir.

Pada 24 Oktober 2025, DMI Ngestiharjo pun berinisiatif mengganti spanduk dengan versi baru.

Tulisan dan desainnya tetap sama, namun ditambahkan keterangan tambahan bahwa spanduk tersebut "disampaikan oleh DMI Ngestiharjo".

Tujuannya agar publik memahami konteks bahwa DMI bertindak sebagai pihak yang mengedukasi, bukan promotor.

Penjual pun disebut bersikap kooperatif dan tidak menolak langkah itu.

Langkah DMI sejalan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan produk non-halal mencantumkan labelnya dengan jelas

"Kita ubah redaksinya supaya jelas. DMI bukan mendukung jualan bakso babi, tapi memberi penjelasan agar umat tidak salah makan. Itu edukasi publik. Kami koordinasi baik-baik dengan dukuh. Tidak ada penolakan. Penjual juga paham maksudnya. Kami tidak ingin mematikan usahanya, tapi biar transparan," paparnya.

Secara terpisah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Yuna Pancawati mengungkapkan Pemda DIY memiliki Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 5 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27 Tahun 2018 tentang Pengawasan dan Sertifikasi Produk Halal.

"Ini juga mencakup kewajiban untuk mencantumkan label halal pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar," ujarnya.

Menurut dia, Perda tersebut juga mengatur proses pendaftaran produk halal dan sertifikasinya.

Termasuk kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan, edukasi, dan penindakan bila ditemukan pelanggaran.

"Jika ditemukan pelanggaran, seperti produk tanpa label halal atau tidak sesuai standar, Pemda berwenang memberikan peringatan administratif atau tindakan tegas," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak